Topp

KAMIS, 30 SEPTEMBER 2010

MENEMBUS BATAS SUKU

Semua orang ingin sukses tapi banyak halangan untuk sukses. Dan halangan terbesar bukan di luar dirinya, tapi di dalam dirinya, yaitu di dalam pikiran manusia itu sendiri. Ada orang yang berfikir bahwa sukunya adalah halangan untuk sukses. Padahal sebenarnya suku bukan halangan untuk sukses, tetapi pikirannya yang menghalangi dia untuk sukses.

Banyak orang berpikir bahwa suku itu menghalangi. Contohnya, saya tanya pada seseorang. “Kamu mau menikah nggak?” Dia menjawab,”Ya mau, Om.” Saya tanya lagi,”Mau menikah dengan siapa?” Dia menjawab,”Mau menikah dengan bule.”

Tidak salah menikah dengan bule. Tetapi sering saya tanya motivasinya apa. Dan kebanyakan menjawab,”Untuk memperbaiki keturunan.” Nah, memangnya ada apa dengan keturunanmu? Ini namanya inlander spirit, orang yang merasa bahwa sukunya lebih rendah dari suku yang lain. Dan sikap seperti ini menghalangi banyak orang untuk sukses.

Bisa dipahami bahwa beratus-ratus tahun bangsa Asia, atau Timur merasa lebih rendah dari bangsa Barat. Karena penjajahan selama jangka waktu yang begitu panjang, ratusan tahun. Tetapi pada awal abad XX, saat Jepang menang perang terhadap Rusia di Pulau Kuriu. Ini meningkatkan martabat bangsa Asia dan ternyata bangsa Asia tidak lebih rendah dari bangsa Barat asalkan mau berusaha. Kemenangan Jepang ini memicu prang kemerdekaan di kawasan Asia. Selanjutnya, tahun demi tahun, bangsa demi bangsa mulai memperjuangkan kemerdekaan bangsanya. Jadi sebenarnya, suku bukan halangan. Semua suku bisa sukses, semua suku bisa berhasil, karena memang sebenarnya hak semua bangsa untuk sukses atau berhasil. Suku bukan kendala untuk maju, tetapi kalau kita berpikir seperti itu. Halangan bukan karena sukunya, tetapi karena ia berpikir demikian.

Saya beri contoh diri saya sendiri. Saya orang Jawa lahir di Karang Pandan, sekitar Solo-Gunung Lawu. Orang Jawa adalah orang yang punya kultur lahir sebagai pegawai. Ketika di SMA diadakan survey, nanti mau jadi apa, maka 95% menjawab ingin menjadi pegawai: pegawai negeri atau pegawai swasta. Hanya 3-5 persen yang yang ingin menjadi pedagang, pengusaha atau enterpreneur. Orang Jawa secara umum memang menjadi pegawai atau petani, kalaupun ada pedagang, maka yang muncul, dimana-mana, kemana kita pergi, maka yang ada hanya pedagang bakso, Bakso Solo atau kalau Madura, jualan sate.

Nah, itu adalah stigma. Orang sering minder karena sukunya. Suku juga ada stigma. Tetapi apakah itu adalah sebuah kebenaran? Kadang-kadang kebenaran itu berdasarkan kenyataan. Ketika saya bekerja di perusahaan swasta nasional, yaitu Astra, saya bisa melihat bahwa para manager ke atas kebanyakan bermata sipit atau orang Tionghoa. Itu membuat stigma semakin kental bagi diri saya, bahwa saya tidak akan sukses menjadi pengusaha, tetapi hanya menjadi pegawai.

Namun, stigma tentang suku ini berubah ketika saya bergaul semakin luas. Banyak buyer, atau pedagang, pengusaha dari Cekoslovakia, Etiopia, India, Arab. Ternyata banyak bangsa-bangsa juga berdagang. Ini membuka pikiran saya bahwa sebenarnya suku bukan halangan untuk berdagang, Ketika pikiran saya berubah, maka saya semakin semangat menjadi sales di Astra Export. Dan tahun 1992 saya mengambil keputusan keluar dan membuka perusahaan sendiri. Dan sampai hari ini masih berlangsung. Itulah MLM IFA yang saya dirikan bersama partner saya Pak Tomo. Saya berdagang dan ternyata bisa. Suku Jawa ternyata bisa berdagang. Jadi kenyataan, belum tentu sebuah kebenaran. Kenyataan membentuk stigma, tetapi kebenaran adalah kebenaran dan kebenarannya adalah semua orang punya hak untuk sukses, untuk maju dan tidak tergantung sukunya.
Diposkan oleh Jarot Wijanarko di 04:32 0 komentar
Kirimkan Ini lewat Email
BlogThis!
Berbagi ke Twitter
Berbagi ke Facebook
Berbagi ke Google Buzz

Label: inspirasi hari ini
RABU, 25 AGUSTUS 2010

MENEMBUS BATAS FISIK

Semua orang ingin sukses tapi banyak halangan untuk sukses. Dan halangan terbesar bukan di luar dirinya, tapi di dalam dirinya, yaitu di dalam pikirannya. Ada orang yang berfikir bahwa keadaan fisik menghalangi dia untuk sukses atau maju. Apakah benar fisik bisa menghalangi kita untuk sukses?

Terlalu banyak kisah tentang orang-orang yang memiliki kelemahan fisik, justru sukses dan berhasil di bidang yang dipengaruhi oleh hal kelemahannya tersebut.

Shakespeare, seorang seniman terkenal kelas dunia, adalah orang yang lumpuh. Namun ia berkarya dan dikenal sebagai seniman besar, sutradara opera kelas dunia.

Bethooven yang musik klasiknya masih diputar dan dimainkan hingga hari ini, adalah seorang yang memiliki kelemahan dalam pendengarannya. John Milton seorang pengarang sajak di Inggris, adalah orang yang buta. John Kennedy, presiden Amerika Serikat mengalami cidera tulang belakang yang parah. Hitler adalah seorang yang kecil an pendek, tetapi menjadi pemimpin Jerman yang ditakuti. Jadi kelemahan fisik bukan halangan untuk sukses.

Saya pernah melihat film biografi tentang Lena Maria, seorang wanita yang cacat. Ia tidak memiliki kedua tangan dan kakinya besar dan panjang sebelah. Ia memasak, melukis, memainkan piano, dan mengendarai mobil dengan kakinya yang besar. Tetapi juara dalam olah raga renang, bahkan ia pernah mendapat medali emas di usia 16 tahun mewakili negaranya, Brasil. Yang menarik bagi saya adalah, ia menikah.

Nah, berapa banyak orang yang memiliki tangan dan tidak menikah karena mengalami kekurangan yang tidak separah Lena Maria? Mungkin tangannya lengkap, kakinya lengkap, tapi hanya karena gemuk, atau hanya karena hidungnya kurang bagus, dan dia tidak berani menikah. Setiap malam sambil tidur ia menatapi langit-langit sambil berkata, “Kawin nggak ya, kawin nggak ya..? Apa ada yang mau dengan saya.”

Kalau engkau terlalu perhatian pada kelemahan fisikmu, maka engkau berfikir itu halangan untuk sukses. Padahal keadaan fisik bukan halangan untuk sukses. Lihat saja orang yang sukses dalam bidang seni, bidang entertainmen tidak harus cantik dan bertubuh stremline. Lihat saja acara Extravagansa di salah satu stasiun TV Swasta, pemainnya adalah orang-orang yang ‘extra’ semuanya. Ada yang extra gemuk, ada yang extra kurus, ada extra tinggi, ada extra pendek, dan mereka juga menjadi artis. Jadi menjadi artis itu tidak harus berbadan bagus. Yang gemuk sekali, yang kurus sekali, yang tinggi sekali, yang pendek sekali, mereka bisa sukses. Bahkan ada yang biasa-biasa saja juga bisa sukses. Mereka yang memiliki kelemahan fisik, tapi bisa sukses, karena mereka berfikir bahwa kelemahan fisiknya bukan halangan untuk maju. Jadi halangan itu bukan fisik, tetapi halangan itu sering adalah pikiran Anda sendiri. Kalau Anda berpikir fisik adalah halangan, maka pikiran Anda itulah yang menghalangi Anda.

Semua orang, apapun bentuk fisiknya, punya hak untuk sukses. Kalau keberhasilan seseorang dipengaruhi oleh kondisi fisiknya, berarti Tuhan tidak adil. Karena keadaan fisik bukan keputusan manusia sebelum ia dilahirkan ia mengambil keputusan ingin seperti apa, tetapi keadaan fisik adalah keputusan Tuhan saat ia lahir sudah seperti itu. Tetapi keberhasilan terutama bukan dipengaruhi fisik, tetapi dipengaruhi hati. Ketabahan, keuletan, kegigihan. Kalau keberhasilan dipengaruhi hati, maka Tuhan adil. Karena sikap hati ada di tangan kita, kehendak bebas ada di tangan kita. Kita sendiri bebas mengambil keputusan, mau mengampuni atau mau marah, mau rajin atau mau malas, mau ceria atau mau murung, mau tidur atau mau bangun untuk bekerja, itu semua ada pada sikap hati kita sendiri. Dan itulah yang mempengaruhi keberhasilan kita. Kalau kita berpikir fisik bukan halangan, maka fisik bukan halangan. Kita punya hak yang sama untuk sukses, apapun keadaan fisik kita.

RABU, 25 AGUSTUS 2010

MENEMBUS BATAS EKONOMI

Semua orang ingin sukses.Tapi banyak orang tidak sukses, karena terlalu banyak halangan. Dan halangan itu bukan di luar dirinya, tapi dalam pikirannya sendiri.

Ada orang yang berfikir bahwa dia miskin. Jadi keadaan ekonomi dianggap sebagai batas. Ada orang berfikir bahwa keadaan ekonomi yang tidak bagus, tidak ada uang, tidak punya modal, itulah yang menghalangi dia untuk sukses. Memang uang itu penting, tetapi bukan segala-galanya. Miskin bukan halangan untuk kaya, justru bisa menjadi pendorong atau motivasi yang kuat sekali untuk menjadi kaya.

Banyak orang-orang sukses yang dulunya berasal dari orang-orang miskin. Tahukah Anda, bahawa Jackie Chan, bintang film Hongkong di Amerika yang berpenghasilan lebih dari 50 Juta US Dollar pertahun, pernah dijual oleh orang tuanya seharga 26 Dolar kepada seorang dokter kandungan, karena mereka tidak bisa memberi makanan kepada anaknya.

Mantan Perdana Menteri Malaysia, dr. Mahathir Muhhamad, lahir dari keluarga yang miskin. Studinya terhenti oleh Perang Dunia II. Dan ia menggunakan kesempatan itu untuk membuaka warung yang menjual minuman, roti dan buah. Kemudian ia menjual kerajinan. Ia pernah bekerja sebagai pesuruh di sebuah kantor distrik, sebelum ia masuk kuliah kedokteran dan akhirnya ia sukses. Ia juga pernah hidup dalam kemiskinan.

Di Indonesia, kita mengenal Lim Siu Liong (1916). Ia datang ke Indonesia pada usia 22 tahun tanpa uang. Ia bekerja sebagai penjaga toko pamannya di Jawa Tengah. Ia tidak punya uang, tapi pandai bergaul. Ia sudah bersahabat erat dengan mantan presiden Suharto ketika ia masih tentara rendahan. Persahabatan itu membuat ia ikut naik, ketika Suharto naik jabatan. Memang bersahabat tidak pernah membawa kerugian. Jadi ekonomi bukanlah batas untuk sukses.

Satu lagi contoh, Henry Ford. Pembaharu dalam industri mobil, pemilik merek Ford. Ia memulai hidupnya sebagai montir di sebuah bengkel dan malam harinya bekerja di sebuah toko permata dengan tugas membersihkan jam. Masih ada lagi, Abraham Lincoln, salah seorang Presiden Amerika Serikat. Lahir di pedalaman Kentucky (1809). Ia memulai bekerja sebagai pemotong rel kereta api, lalu menjadi pengemudi kapal laut, pernah menjadi penjaga toko, pengatar surat dan juru ukur tanah. Perjuangannya sangat panjang sebelum menjadi presiden, ia pernah menjadi pengacara, mencoba bisnis, berkali-kali gagal, namun akhirnya menjadi presiden Amerika Serikat yang dikenang dengan karya-karya besar dan legendaris, terutama dalam hal penghapusan sistem perbudakan.

Banyak orang yang lahir miskin, tetapi kenyataannya akhirnya mereka sukses menjadi kaya, atau sukses menjadi terkenal. Artinya kemiskinan bukan penghalang untuk sukses. Justru gunakan kemiskinan menjadi pendorong untuk keluar dari kemiskinan, untuk menjadi sukses. Kalau Anda berpikir ekonomi itu halangan, maka halangan adalah pikiran Anda sendiri. Bila Anda punya ide, punya keahlian, punya kemampuan atau hal lain selain uang, sementara ada banyak orang yang punya uang tidak tahu harus berbuat apa dengan uangnya, Anda bisa berpartner dengan mereka.

Jadi tidak punya uang bukan berarti Anda tidak punya modal, karena modal bukan hanya uang. Ekonomi bukan halangan untuk sukses. Kalau punya niat, punya kemauan, maka Anda juga bisa sukses.
Diposkan oleh Jarot Wijanarko di 20:02 0 komentar
Kirimkan Ini lewat Email
BlogThis!
Berbagi ke Twitter
Berbagi ke Facebook
Berbagi ke Google Buzz

Label: inspirasi hari ini
MENEMBUS BATAS AGAMA

Semua orang ingin sukses tapi banyak halangan untuk sukses. Dan halangan terbesar bukan di luar dirinya, tapi di dalam dirinya, yaitu di dalam pikirannya. Ada orang yang berfikir bahwa dia hanya mau bergaul dengan orang-orang yang se-agama. Maka dalam hal ini agama menjadi batas untuk kesuksesannya. Tapi sebenarnya batas itu bukan agama. Orang yang berfikir bahwa agama itu batas dan karena dia berfikir demikian maka dia mulai bergaul dengan orang-orang yang seagama. Berlaku secara eksklusif. Itulah sebenarnya dari kecil setiap anak-anak perlu dididik bergaul bukan eksklusif tapi inklusif.

Mungkin kita harus belajar dari orang-orang tionghoa,yang berhasil dagang di seluruh muka bumi. Pergi ke New York, Hongaria, Paris, Melbourne, Sydney di sana ada orang-orang tionghoa. Coba saja pergi ke pedalaman Papua, pedalaman Kalimantan, ke kampung-kampung kecil, di sana ada warung-warung Tionghoa. Pergi ke Aceh, ke daerah kantong muslim di sana ada orang tionghoa. Pergi ke Manado ke daerah kantong kristen ada orang tionghoa. Orang tionghoa bergaul dengan semua suku, semua agama. Mereka berbisnis dengan semua orang. Maka tidak heran mereka sukses dalam bidang bisnis. Kenapa? Karena mereka berfikir bahwa agama bukan halangan. Mereka bergaul dengan siapa saja. Mereka bahkan bergaul dengan partai apa saja. Yang penting bisa berdagang.

Kita belajar dalam hal inklusifnya mereka bukan esklusif. Banyak orang menyangka atau menghakimi, menilai bahwa mereka kelompok esklusif. Tapi lihatlah justru mereka sebenarnya punya kemampuan penetrasi yang luar biasa. Mereka ada di semua benua, di semua pulau, di semua agama dan di semua kalangan. Artinya mereka menembus batas agama dan berbisnis, berdagang dengan semua agama.

Karena itu kalau engkau mau memiliki keberhasilan yang lebih besar, lebih luas engkau harus mulai menembus batas-batas esklusif yang dibangun oleh pikiran-pikiran manusia. Engkau harus bergaul dengan semua orang, suku, bangsa, dan semua agama. Maka engkau akan mendapat sukses yang lebih besar.

RABU, 25 AGUSTUS 2010

MENEMBUS BATAS PIKIRAN

Pernahkah saudara mengalami atau mendengar orang berkata begini ”Wah saya pikir dia tidak mau makanya saya tidak mengajaknya. Wah saya pikir kamu tidak mau tinggal di daerah Jakarta barat”, Maka saya tidak menawarkan kamu rumah di daerah sana padahal saya agen properti dan banyak sekali stok alternatif yang bisa saya tawarkan.Yang lain lagi berkata “ Aduh,saya pikir dia anti MLM makanya saya tidak mengajak dia. Saya tahu pergaulannya luas dan temannya banyak sekali, wah sayang sekali” Orang lain yang mengajak dia dan menjadi downline-nya dan orang itu sukses luar biasa. Coba saya yang mengajaknya, wah saya pikir..

Kita dapat membuat daftar yang panjang orang yang menyesal tidak berbuat sesuatu karena salah pikir. Apa artinya? Batasan seseorang itu sebenarnya ada dipikirannya. Ada kasus yang lain misalnya diberi kesempatan untuk mengambil alih pimpinan karena atasannya pindah kota, sakit atau mundur dari perusahaannya dan pindah ke tempat yang lain. Dan banyak orang tidak mau karena berfikir “aduh, jangan-jangan nanti teman-teman menolak saya. Bagaimana kalau mereka memberontak dan tidak mau menurut. Nanti saya gagal. Jadi sekali lagi banyak orang tidak berani mengambil kesempatan. Karena berfikir hal-hal yang negatif atau selalu berkata”saya pikir..saya pikir dan saya pikir.

Dari contoh ini apa yang mau saya katakan mari isi pikiran dengan hal-hal yang positif. Belajar berfikir positif . isi hati dengan hal-hal yang optimis. supaya kita tidak selalu terlewatkan, tersandung, tidak menjadi sukses dan tidak menikmati hasil karena salah dipikiran. Manusia akan melakukan apa yang dia pikir bisa melakukannya. Sejauh pikirannya berkata bisa, sebesar pikirannya mengatakan bisa, sebesar itu juga prestasinya. Orang sering tidak melakukan sesuatu bukan karena tidak mampu tapi dia berfikir bahwa dia tidak mampu, padahal sebenarnya dia mampu. Jadi batas sukses, batas keberhasilan, sering bukan diluar dirinya tapi dalam pikiran manusia itu sendiri. Karena itu isi pikiran anda dengan hal-hal yang positif.

Saya berikan contoh: apakah saudara berani membuat daftar nama lalu meminta sumbangan untuk membeli mobil pribadi, ke teman-teman kantor, mengetuk pintu rumah tetangga, tentu jawabannya tidak, bukan. Mengapa? karena saudara berfikir malu dan hal itu tidak pantas dilakukan. Kegiatannya sama persis, mengetuk pintu rumah tetangga, meminta pada teman-teman kantor meminta sumbangan tapi untuk membeli mobil yayasan atau mobil gereja atau mobil mesjid. Engkau akan tidak malu melakukannya. Kenapa? Karena bukan untuk kepentingan diri sendiri, tapi untuk kepentingan mulia. Karena kepentingannya baik engkau berfikir bahwa itu boleh dilakukan dan engkau melakukannya. Karena engkau berfikir ini boleh dilakukan maka engkau melakukannya.

Karena perbuatan dan prestasi tergantung dari kita berfikir tapi pikiran kita dilandasi oleh motivasi. Karena itu selain berfikir positif perlu juga punya motivasi yang baik dan tujuan yang mulia. Tujuan yang mulia, motivasi yang baik membuat orang berani berfikir secara positif lalu bertindak positif dan menghasilkan hal yang positif.
Diposkan oleh Jarot Wijanarko di 19:49 0 komentar
Kirimkan Ini lewat Email
BlogThis!
Berbagi ke Twitter
Berbagi ke Facebook
Berbagi ke Google Buzz

Label: inspirasi hari ini
SETIAP HAL ADA BAIKNYA

Keberhasilan juga sangat ditentukan oleh Spritual Inteligence atau kecerdasan spritual. Saya memberikan definisi, kecerdasan spritual adalah kemampuan seseorang untuk menangkap kehendak Tuhan pada setiap peristiwa yang terjadi, apakah itu peristiwa yang baik atau peristiwa yang tidak baik.

Ada seorang wanita, katakan saja namanya Minah, ia menjadi pembantu rumah tangga. Suatu ketika majikannya menjumpai Minah hamil padahal ia belum bersuami. Wah, terjadi mujizat! Tentu saja tidak. Karena ia dihamili oleh orang lain. Sang nyonya bertanya-tanya, siapa yang menghamili pembantunya. Ada dua kemungkinan suaminya atau supirnya. Selidik punya selidik ternyata supirnya yang menghamili Si Minah. Ketika supirnya dipanggil dan dimintai pertanggung-jawaban maka supirnya memberikan jawaban tapi tidak mau menanggung. Karena setelah dia mengaku, esoknya dia menghilang entah kemana. Tinggalah Si Minah dengan perutnya yang semakin lama semakin membesar. Supaya tidak malu maka ia pulang kampung, membesarkan janin dalam kandungannya. Orang-orang mulai memberikan gunjingan hamil tanpa suami. Tetapi karena minah diam seribu bahasa maka orang mulai menafsirkan mungkin suaminya diluar kota. Tetapi ketika anaknya lahir dan tidak ada laki-laki yang datang, maka gunjingan semakin seru, bahwa anak itu lahir tanpa ayah.

Minah membesarkan anaknya dengan memberi asi, mendidiknya lalu menitipkan pada orangtuanya, lalu ia kembali ke kota Jakarta untuk bekerja. Kali ini ketika dia bekerja maka dia tidak menjadi pembantu rumah tangga lagi. Dia bekerja sebagai baby sitter, karena dia punya pengalaman mengasuh bayi. Ketika dia bekerja sebagai pembantu rumah tangga gajinya hanya dua ratus ribu, tetapi ketika menjadi baby sitter gajinya delapan ratus ribu. Jadi rupanya apa yang dia alami selain memang ada hal yang tidak baik, tetapi ada juga hal baiknya, yaitu menaikkan dia dari seorang pembantu menjadi baby sitter. Setelah bekerja sebagai baby sitter maka dia tinggal dalam sebuah keluarga yang takut akan Tuhan, dan dia bertobat sungguh-sungguh bahkan dia melepaskan pengampunan dia mengampuni supir itu, yang tidak menikahinya. Karena dia melepaskan pengampunan, dia yakin bahwa setiap peristiwa diijinkan pasti ada baiknya maka dia tidak minder lagi, tidak cemberut lagi, melepaskan pengampunan, dia tahu ada yang baik maka wajahnya berseri-seri.

Akhirnya dia pindah dan bekerja pada majikan yang lain bukan sebagai baby sister tapi sebagai opa sister. Ini kisah nyata ada sebuah keluarga kaya yang tinggal di Kelapa Gading. Opa ini punya teman dari Belanda, datang kerumahnya. Opa dan temannya ini dilayani dengan baik sekali oleh Minah. Minah yang sudah mengambil keputusan bahwa semua diijinkan terjadi ada baiknya, melepaskan pengampunan, maka wajahnya berseri-seri dia hidup untuk mengabdi. Tamu dari Belanda ini begitu kagum, pelayanan, sukacita, kebaikan, wajahnya Minah selalu berseri-seri dia foto bersama dan pulang ke Belanda.

Rupanya keponakan opa dari Belanda ini melihat foto si Minah dan ia jatuh cinta. Ia datang ke Indonesia melamar dan meminangnya membawanya kembali ke Belanda. Sang laki-laki yang begitu mencintai istrinya maka rumahnya dibalik nama diberi serrtifikat atas nama istri. Ketika orang dari Jakarta, mampir ke rumahnya melihat nama Minah ada dipintu gerbang. Nama yang sesuai dengan sertifikatnya. Bahkan mendapat suami yang baik yang pandai memasak. Ketika teman saya datang ke Belanda dan mampir kerumahnya ia menjumpai Minah sedang main piano sementara suaminya menyiapkan makan malam. Minah menyanyikan lagu bahwa semuanya indah pada waktunya. Ia bersyukur bahwa dulu supir itu tidak bertanggung jawab kalau supir itu dulu bertanggung jawab mungkin dia tidak sedang main piano di Belanda. Dia sedang cuci beras di pinggir sungai. Minah bersyukur bukan pada saat dia di Belanda,Minah bersyukur ketika dia melahirkan anaknya, datang ke Jakarta, menemukan nilai hidup dia bisa mengambil keputusan bahwa dia percaya bahwa semua yang terjadi pasti ada baiknya. Sehingga dengan prinsip seperti itu wajahnya selalu berseri-seri dan mendapat jodoh. Nah Minah butuh waktu setahun dua tahun untuk sampai pada sebuah kesimpulan bahwa semua yang terjadi ada baiknya.

Kenyataannya dalam hidup ini da orang yang butuh waktu lebih dari setahun, dua tahun. Ada yang lebih pendek, makin cepat seseorang mengambil kesimpulan bahwa ada sesuatu yang baik dari peristiwa yang tidak baik itulah kecerdasan spritual. Makin cepat dia mengambil keputusan maka makin pandai kecerdasan spritualnya. Kenyataannya ada orang bertahun-tahun tidak pernah mengambil kesimpulan.

Ada perempuan lain namanya bukan Minah pacaran,dan diputus pacarnya belum sampai dihamili hanya diputus pacar. Dia kepahitan luar biasa mengambil keputusan aku tidak mau menikah semua laki-laki gombal. Pada kenyataannya banyak laki-laki gombal tapi ada juga yang baik. Hidup bertahun-tahun dan akhirnya tidak menikah dalam kepahitan. Delapan tahun, sepuluh tahun kemudian wanita yang diputus pacarnya ini, temannya berkata,”Kamu ingat si ini?” Oh bagaimana saya bisa melupakannya ? Saya masih sakit hati sampai sekarang, makanya saya tidak menikah. Bagaimana kalau saya beri kabar,tahukah kamu bahwa mantan pacar kamu itu setelah menikah dia selingkuh sepuluh kali. Mungkin si wanita ini akan berkata ”Untung saya tidak menikah dengan dia. Betapa jeleknya kecerdasan spritualnya, untuk bersyukur saja dia butuh kabar yang jelek. Seandainya dia mendapat kabar yang baik, bahwa mantan pacarnya menikah bahagia apakah dia bersyukur? Atau dia akan bertambah kepahitan? Begitu banyak orang yang bodoh sekali secara spritual. Untuk bersyukur saja dia butuh berita yang jelek. Betapa jahatnya orang itu. Tidak heran kalau kisah hidupnya berbeda dengan kisah Minah memang dia sakit, kepahitan, dia menderita tapi dia segera mengambil keputusan bahwa semua yang terjadi ada baiknya.

RABU, 25 AGUSTUS 2010

TIDAK ADA ANAK BODOH

Saya mau sampaikan sebuah cerita, ilustrasi. Ada berbagai macam binatang bersahabat lalu mereka pergi ke sekolah. Ketika pelajaran renang si kura-kura dengan semangat dia berenang dengan tenang. Dia mencapai garis akhir dan mendapat pujian luar biasa. Tapi si kelinci kelejotan, berteriak-teriak dia gagal berenang, demikian juga si burung. Dia menjadi kedinginan dan lari ketakutan. Maka si guru mulai marah dengan si kelinci, kelinci autis lompat-lompat terus, tidak mau belajar. Tak lama kemudian kelompok binatang yang bersahabat ini belajar berlari.”Wah, kelinci menjadi juara, namun si kura-kura dimarahi “Kamu ini si pemalas. Kamu ini lambat, lelet, tidak ada masa depan. Maka si kura-kura pun stres. Demikian juga ketika berganti pelajaran melompat dari tempat yang tinggi “Wah si burung senang sekali, karena dia melompat bahkan melayang-layang. Sapi dan gajah ketakutan karena badannya gemuk, dia jatuh akan susah bangun dan berdiri lagi. Maka dia dimarahi dikatakan “si gendut dan si rakus” Maka gajah pun stres.

Nah kenapa masing –masing menjadi stres? Padahal sebenarnya mereka tidak ada masalah. Yang menjadi masalah adalah kurikulum yang mereka ikuti yang mengharuskan binatang belajar berenang, belajar melompat, terbang dan belajar berlari. Padahal setiap binatang punya ciri khas, cara bergerak sendiri-sendiri.

Ini hanya iliustrasi, tapi kadang-kadang kasus serupa terjadi pada anak-anak kita. Tiap anak belajar semua hal yang sama. Maka ada anak yang mendapat label si hiperaktif, si lamban, si bodoh, si nakal dan sebagainya. Padahal belum tentu demikian, karena setiap anak punya cara belajar sendiri, kecerdasan sendiri. Kecerdasan aspeknya banyak, setiap anak tidak harus pandai setiap aspek. Ada anak yang punya kinestetik intelejen bagus sekali. Dia punya kepandaian menggerakkan tubuhnya dengan tepat. Dia bisa menjadi olahragawan yang hebat. Dia bisa menjadi juara, tapi dalam bidang lain dia harus pandai juga. Belum tentu dia pandai secara matematika. Anak yang lain mungkin punya kecerdasan yang bagus sekali. Dia pandai bergaul dan dia punya kelemahan dalam matematika. Kalau kita cap anak seperti ini anak bodoh, dia akan stres dan tertekan. Padahal kalau kita mengerti bahwa setiap anak memang unik,anak yang punya kepandaian bergaul,mungkin bisa menjadi marketing yang luar biasa. Mungkin dia bisa menjadi pedagang, dengan relasi yang luas. Soal menghitung bukankah ada kalkulator, komputer yang dengan sangat praktis bisa membantu si pedagang menghitung-hitung yang memang juga tidak perlu serumit yang harus dia pelajari. Seperti kalkulus, integritas, integral dan sebagainya yang membuat anak pusing tujuh keliling.

Karena itu rupanya kurikulum sekolah-sekolah harus lebih diberikan perhatian pada keunikan setiap anak. Setiap anak sebenarnya cerdas hanya cerdasnya berbeda-beda.

Sebagai contoh misalnya Thomas Alfa Edison, yang menemukan lampu. Tapi ternyata dalam sejarah hidupnya diceritakan bahwa anak yang lahir di Porth Hourun Michigan ini diperkirakan IQ-nya hanya 81 saja, atau bodoh sekali. Bahkan anak ini didaftarkan disekolah dua tahun lebih lambat karena penyakit jengkring atau scarlet fever dan infeksi pernapasan. Akibat penyakit ini maka dia berangsur-angsur tuli. Dia dikeluarkan dari sekolah, telah sekolah selama tiga bulan. Dan gurunya menyatakan bahwa dia adalah anak yang terbelakang. Tapi Thomas Alfa Edison senang dengan seluk-beluk mesin. Dia suka sekali bermain dan mengutak-atik bahkan pernah dia membakar gudang ayahnya, karena permainannya. Tetapi walau dia tidak sekolah secara formal, Thomas Alfa Edison kecil saat itu adalah orang yang dengan tekun mencoba-coba, suka sekali otak-atik, suka sekali hal-hal yang teknis. Maka Thomas Alfa Edison akhirnya pun berhasil menemukan lampu bahkan dia juga sebenarnya yang merintis perkeretaapian.

Luar biasa bukan anak yang dicap bodoh oleh guru di sekolah, ternyata justru dikenal sebagai orang yang pandai. Karena sebenarnya setiap anak itu pandai hanya bidang kepandaiannya yang berbeda. Orangtua tidak perlu khawatir sebenarnya dengan keadaan anaknya. Setiap anak pasti memiliki kepandaian tersendiri. Temukan dorong dia di sana dan jadikan dia orang-orang yang berhasil
Diposkan oleh Jarot Wijanarko di 19:43 0 komentar
Kirimkan Ini lewat Email
BlogThis!
Berbagi ke Twitter
Berbagi ke Facebook
Berbagi ke Google Buzz

Label: inspirasi hari ini
PENTINGNYA PERSEPSI

Ada sebuah sekolah, yayasan, memasang iklan, dibutuhkan guru yang istimewa, guru teladan, guru yang cinta anak-anak yang berdedikasi tinggi, akan mengajar sebuah kelas khusus. Dan guru ini ditawarkan fasilitas yang lebih, tunjangan yang lebih, gaji yang lebih. Maka alkisah ada seorang guru yang merasa dirinya guru terbaik, dia merasa bahwa saya adalah orang yang penuh pengabdian. Maka dia melamar untuk posisi tersebut. Dan benar dia diterima dan mendapat gaji yang lebih daripada yang lain.

Maka mulailah dia mengajar kelas khusus itu. Dan sebenarnya kelas khusus itu adalah kumpulan anak-anak nakal. Dikumpulkan dalam satu kelas tersendiri. Dan guru benar-benar mulai menjumpai bahwa kelas ini tidak bisa diatur. Setiap hari anak pindah kursi, pindah tempat duduk, berganti-ganti secara acak. Kalau dia menulis dipapan tulis, maka dia mulai menjumpai ada beberapa pesawat terbang dari kertas beterbangan. Kalau dia menjelaskan maka selalu ada yang mengajak berdebat karena ini adalah kumpulan anak-anak yang suka berdebat.

Si guru sempat bingung bagaimana menangani anak-anak ini, sampai suatu ketika dia mendapat daftar nama dari kepala sekolah. Dan dia manggut-manggut karena dia menjumpai di samping setiap nama anak dia menjumpai angka-angka besar. Ada angka 120, 130, 117 paling kecil 111. Oh, si guru mulai menyadari pantas anak itu aktif luar biasa. Pantas anak itu suka berdebat. Pantas anak itu ada saja idenya ingin selalu pindah tempat duduk. Pantas anak itu selalu ramai. Karena mereka adalah kumpulan anak-anak dengan IQ tinggi. Begitu beragam IQ mereka minimal 111. Si guru menyadari bahwa anak-anak itu IQ-nya tinggi, maka dia mulai memperlakukan mereka seperti anak-anak ber-IQ tinggi.

Seperti yang dia mengerti, dia sadari dari daftar nama yang dia dapat dari kepala sekolah. Dia mulai mengajar dengan sistem untuk anak-anak IQ tinggi. Dia mulai membagi kelompok-kelompok, Dan setiap kelompok anak belajar, kadang-kadang dia memberi kesempatan memilih. Mau belajar apa hari ini? Sehingga setiap anak akan belajar seiring ritme phisikologinya, kalau kita mau menyebut istilah ritme phisikologis dia lagi mood belajar bidang apa di hari itu. Setiap akhir bulan si guru akan mengevaluasi beberapa mata pelajaran belum dipilih dikelompok ini, maka dia akan mengarahkan kelompok itu untuk belajar hal itu. Sehingga setiap anak akan belajar dengan senang,Dia mulai menggilir anak-anak yang suka berdebat ini, maju kedepan untuk presentasi, sedangkan yang lain diperbolehkan mendebat. Dan kalau guru melihat, bahwa yang disampaikan kurang, maka dia akan menambahi materinya sehingga anak-anak belajar secara aktif. Sekarang dikenal dengan actif learning.

Singkat cerita setahun kemudian, ketika ada kenaikan kelas maka kepala sekolahnya dibuat terkejut. Bahwa para juara muncul dari kelas ini dan kelas itupun rata-rata nilainya lebih dari yang lain. Si guru dipanggil dan ditanya oleh kepala sekolah. Apa yang kamu lakukan untuk anak-anak nakal itu, sehingga mereka menjadi pandai. Si guru keheranan dan bertanya kepada kepala sekolah.”Kenapa bapak tanyakan itu? Kenapa bapak tanyakan apa yang saya lakukan sehingga mereka menjadi pandai. Bukankah mereka anak-anak pandai? Kepala sekolah menggelengkan kepala. Mereka bukan anak pandai, mereka anak nakal dan bodoh. Bahkan beberapa terbelakang. Tapi Pak, saya melihat daftar nama yang bapak berikan IQ mereka tinggi-tinggi. Kepala sekolah menggeleng lagi.”IQ ? IQ yang mana? IQ mereka di bawah rata-rata.

Tapi bapak memberikan daftar kepada saya daftar nama dengan nomor angka disebelahnya semuanya tinggi-tinggi paling kecil 111. Dan kepala sekolah berkata ”itu bukan daftar IQ, itu nomor kursi mereka. Karena kalau tidak diberi nomor kursi, mereka akan selalu pindah. Kelas ini adalah kelas nomor 6 di sekolah ini tentu nomornya tinggi-tinggi. Karena itu adalah kelas terakhir dari sekolah ini. Itu bukan daftar IQ itu daftar nomor kursi.
Sudah terlanjur. Gurunya berfikir bahwa mereka pandai-pandai. Sudah terlanjur selama 1-2 tahun mereka diperlakukan seperti orang pandai. Satu tahun 12 bulan, 30 hari sebulan, 4 minggu, 6 jam sehari mereka diperlakukan seperti orang pandai. Ketika mereka diperlakukan seperti orang pandai, hari demi hari, minggu demi minggu, bulan demi bulan maka itu menjadi sebuah terapi yang luar biasa. Si anak pun sering disebut gurunya kalian ini orang-orang istimewa dengan IQ tinggi maka anak mulai menilai IQ-nya tinggi. Dia dinilai IQ-nya tinggi, diperlakukan seperti orang IQ-nya tinggi, diberi kesempatan berbicara maka ternyata itu membuat mereka menjadi seperti itu. Dari kisah ini saya belajar bahwa persepsi pendidik, persepsi orang tua, itu sangat penting. Karena itu untuk mendidik anak, membangun anak.

Pertama kita membangun persepsi tentang mereka. Kalau kita persepsikan anak itu pandai dia jadi pandai. Kita yakin dia pandai, menjadi pandai. Engkau persepsikan pasanganmu orang yang baik, engkau perlakukan dia seperti orang baik-baik dia akan menjaga persepsi itu dia menjadi orang baik. Karena dia menjaga imagenya menjadi orang baik dia tidak mau mengecewakan persepsi orang. Memang kadang tidak terjadi seperti itu tapi mayoritas bisa terjadi seperti itu. Bahkan waktu kalau cukup panjang akhirnya membuktikan bahwa prinsip ini terjadi. Persiapkan anak-anak generasi baru yang sukses dengan memperlakukan mereka selayaknya, sewajarnya, bahkan memperlakukan mereka dengan baik.

RABU, 25 AGUSTUS 2010

MEMOTIVASI ANAK

Untuk membuat seorang anak berhasil maka ia harus dimotivasi, tapi banyak orang berkata kepada saya, “Anak saya sudah saya motivasi tapi tidak ada efeknya, tidak ada dampaknya.” Yang lain lagi berkata,”Anak say terlalu cuek.” Maka mari kita belajar dari Anne sullivan memotivasi seorang anak cacat bernama Hellen Keller meraih kesuksesan. Ia adalah orang buta pertama yang meraih gelar sarjana. Anne sullivan memberikan tips bagaimana memotivasi anak supaya nantinya bisa sukses. Saya yakin anak saudara, bapak ibu tidak separah Helen Keller. Kalau Helen Keller saja yang buta tuli bisa akhirnya sukses, maka tentu anak kita juga bisa sukses.

Nah apa tips dari Hellen Keller. Sederhana saja berikan dia reward, berikan dia imbalan untuk sebuah perubahan kecil saja asal positif. Banyak orangtua tidak sabar menunggu perubahan yang besar, padahal seharusnya dengan perubahan kecil saja asal positif maka seharusnya diberi reward. Saya pernah terapkan prinsip ini pada anak saya. Anak saya yang pertama memang selalu juara. Anak yang kedua IQ-nya tinggi tapi akademiknya kurang bagus bahkan ia sempat hampir-hampir tidak naik kelas. Karena setiap ulangan nilainya 2,5,2,7 dan 3. Itu terjadi selama beberapa bulan. Lalu kami pergi saya dan istri juga anak saya ke phisikolog untuk konseling dan akhirnya ada beberapa tips pendampingan yang lebih banyak, diajari menulis karena dia pandai IQ-nya tinggi tapi ia malas menulis.

Luar biasa. Ia les mandarin tapi tidak pernah bawa catatan, ia hanya melihat, menghafalkan, ia bisa membaca Mandarin karena bisa menghafalkan dengan bagus, menghafalkan secara spasial. Dia bisa mengingat dengan memorinya huruf-huruf kanji itu tapi dia tidak pernah mencoba menulis, karena dia malas menulis. Nah kenapa kalau ulangan nilainya 2,3? Walaupun IQ-nya tinggi, dia malas menulis. Ada ulangan lima romawi, Romawi 1 tinggal memilih A atau B atau C dia tinggal melingkari. Dia lingkari dan semuanya benar, tapi begitu mulai menulis harus menyusun kalimat, dia malas menulis. Dia tahu tapi malas menulis. Itu sempat saya alami dengan anak saya sehingga nilai ulangannya ada 2,3 dan 3,0 karena hanya romawi dimana tinggal memilih itu yang dikerjakan. Kalau ulangan kenaikan kelas dimana hanya tinggal memilih semuanya, dia kerjakan semuanya dan nilainya 100. Tapi kalau ulangan harian, ulangan mid semester, dimana ada menulisnya, dia malas menulis.

Dengan problem seperti itu ketika saya pergi ke phisikolog untuk menangani anak saya sendiri, maka kritik dan saran supaya saya mengurangi kegiatan sosial, mengurangi kegiatan keluar rumah. Demikian juga istri saya, salah satu harus ada yang mendampini anak belajar, mengajari dia menulis. Singkat cerita dengan segala macam kegiatan yang kami kurangi terutama istri saya, maka anak saya ada perbaikan. Kalau dulu nilainya hanya 2,5 3,0 sekarang 3,5 -4,0. Nah saya tidak tahu sikap ibu-ibu lain yang menjumpai anak seperti itu.Tapi saya mendengar menjumpai berkata kepada anaknya ”Mama sudah kurangi kegiatan, tidak ikut arisan dan kegiatan ini dan itu, demi kamu, menunggu kamu belajar dan hanya naik dari 3.0 menjadi 3,5. Kamu itu dasar bodoh! Nah ini orangtua yang tidak mengerti prinsip Anne Sullivan yang membuat Helen Keller menjadi oarang yang sukses. Kalau anak saya yang tadinya 3.0 menjadi 3,5 maka saya tidak berkata seperti kebanyakan ibu-ibu lain. Tapi istri saya berkata kepada anak saya ”Wah hebat kamu ya ”Dulu kamu 3,0,sekarang 3,5 Wah lumayan yah! nanti kalau ulangan lagi 4,5 yah! Dia menjadi semangat karena dia merasa berhasil naik. Dan memang berhasil naik. Walaupun sedikit tapi positif.

Prinsip mendidik anak, memotivasi anak berikan dia reward imbalan untuk perubahan kecil saja asal positif. Dari 3,0 menjadi 3,5. Dari 3,5 kami beri target 4,5. Kami tidak beri target dia 100 atau 10 nanti tidak bisa dicapainya. Karena targetnya achievable maka dia bisa mencapainya. Kami beri target lagi untuk mid semesternya 6.0. Lalu dia mendapatkannya dan dia naik kelas. Merasa berhasil dan dia senang karena mendapat reward atau pujian. Kasus anak saya yang saya ceritakan ini terjadi ketika ia kelas 2 SD. Dia sekarang sudah masuk kelas satu SMP, dan rangkingnya cukup bagus 5,6 besar.

Jadi ketika seorang berubah, kecil saja asal positif berikan dia imbalan atau reward. Ibu punya suami pelit, lalu suatu ketika dia memberi uang untuk diberikan kepada adik ibu, tapi pemberiannya hanya sedikit, jangan bilang tumben, atau jangan bilang “kalau ngasih itu yang benar ”kok ngasih hanya sedikit” dasar pelit. Dari tidak memberi jadi memberi, itu sudah perubahan kecil. Positif. Suami yang tidak pernah mengantar ibu, sekarang mau nganter jangan bilang “tumben”. Tapi berikan dia reward, pujian karena semua orang pada dasarnya senang mendapatkan reward atau imbalan. Imbalan yang paling murah adalah pujian. Itu murah hanya butuh sedikit kebaikan hati. Imbalan tidak harus berupa uang atau barang. Perhatian dan pujian itu sudah merupakan reward atau imbalan. Berikan imbalan atau reward untuk sebuah perubahan kecil saja asal perubahan ke arah positif. Maka cepat atau lambat, waktu terus berjalan, perubahan kecilnya semakin banyak maka akhirnya menjadi sebuah perubahan besar. Itulah cara merubah orang lain, merubah diri sendiri, merubah anak kita, supaya semuanya akhirnya hidup sukses
Diposkan oleh Jarot Wijanarko di 19:35 0 komentar
Kirimkan Ini lewat Email
BlogThis!
Berbagi ke Twitter
Berbagi ke Facebook
Berbagi ke Google Buzz

SENIN, 02 AGUSTUS 2010

LINGKUNGAN DAN DORONGAN POSITIF

Untuk membentuk anak-anak sukses maka lingkungan yang positif itu penting. Kecerdasan itu dipengaruhi oleh genetik, terapi, gizi dan juga khususnya kecerdasan emosi, kecerdasan spritual. Bahkan kecerdasan IQ pun bisa dipengaruhi oleh lingkungan.

Sucess Ltd. sebuah lembaga penelitian tentang kecerdasan anak, pada 1976 menceritakan kisah ini, kisah di Israel, di Kids Buds, yaitu tempat-tempat pelatihan anak. Mereka mengevaluasi bahw IQ rata-rata anak Yahudi Timur hanya 85. Sementara anak-anak Yahudi Eropa,105. Ini membuktikan bahwa anak Yahudi Eropa lebih cerdas daripada anak Yahudi Timur. Tapi apakah benar demikian?

Lalu diadakanlah percobaan selama 4 tahun, dalam Kids Buds, tempat pelatihan, anak-anak Yahudi dari Eropa Timur, Eropa Barat digabung menjadi satu. Suasana tempat penampungan, tempat asramanya, demikian hebat. Setiap anak dimotivasi untuk maju dan setiap perbuatan baik mendapatkan reward. Anak-anak ditantang maju dan setiap maju mendapat sesuatu. Maka cukup menarik, bahwa 4 tahun kemudian ternyata IQ-nya justru sudah mencapai 110-115. Jadi dari bahan baku tadi dikumpulkan maka semuanya mencapai hampir sama. Jadi memang IQ bisa dinaikkan sampai usia orang 18 tahun. Ketika berkumpul dalam komunal yang antusias maka ternyata yang tadinya rendah pun bisa terdongkrak menjadi naik. Lingkungan memang benar-benar mempengaruhi.

Neil Mohne dalam bukunya “Believe Can Influence Attitude” dengan tegas melukiskan kebenaran tadi bahwa lingkungan mempengaruhi bukan hanya attitude sebenarnya bahkan IQ. Mohne menceritakan kisah eksperimennya yang dia lakukan di kawasan Teluk San Fransisco. Kepala sekolah ini memanggil tiga profesor dan berkata

”Karena anda sekalian adalah tiga pengajar yang paling baik dalam sistem kita, dan mempunyai keahlian yang besar kami akan memberi anda 90 orang siswa yang paling baik. Kami akan membuat kelas khusus kelas istimewa dan diajar oleh anda para pengajar yang istimewa. Maka dari sekolah yang terdiri dari 8 kelas untuk satu levelnya diambil kelas khusus yang terdiri dari anak-anak yang disebut khusus dan diajar oleh guru khusus.”

Seiring berjalannya waktu, setiap murid dalam kelas khusus tadi merasa dirinya adalah orang khusus yang dipilih secara khusus. Mereka menjadi antusias, begitu bergairah karena masuk dalam kelas khusus. Guru-guru yang di antara para guru yang dipilih mengajar kelas ini juga menilai dirinya adalah guru yang spesial. Maka mulailah terbangun gambar diri yang bagus, mereka mengajar dengan antusias, karena mereka diberi kesempatan untuk mengajar kelas khusus.

Singkat cerita setelah berjalan waktu 1, 2 tahun, maka dari kelas khusus inilah muncul para juara-juara di sekolah itu. Maka 2 tahun kemudian si kepala sekolah mulai berkata, membuka rahasianya, sebenarnya kelas khusus ini tidak berisi anak-anak yang ber-IQ tinggi, karena namanya diacak oleh komputer dan dipilih. Demikian juga gurunya, sebenarnya bukan guru pilihan. Tapi juga diacak dengan cara yang sama.

Rupanya apa yang terjadi, selama 2 tahun guru punya penilaian terhadap diri sendiri, bahwa saya guru teladan Ia mulai bertingkah laku menjaga image tersebut dengan bekerja lebih baik. Murid-murid yang terpilih merasa bahwa dirinya orang khusus adalah anak pilihan, bertingkah laku seperti anak pilihan, untuk menjaga image anak pilihan tersebut. Maka sewaktu berjalan selama 2 tahun, membuat kelas ini memiliki prestasi yang menonjol. Itulah kenapa banyak sekolah tidak salah membangun sebuah image.

Apa yang mau saya katakan di sini. Penting sekali juga seorang pribadi membangun image untuk dirinya sendiri. Atau orangtua membangun image untuk anaknya. Berikan cap yang baik untuk sianak. Kalau anak nakal, anak malas, kurang ajar jangan katakan kamu anak malas. anak nakal, anak kurang ajar tapi katakan kamu anak baik, kamu anak rajin tidak boleh malas, kamu rajin pasti bisa karena kamu anak pandai.

Jadi berikan cap atau image kepada anak, kamu anak baik, kamu anak pandai, kamu anak soleh. Kalau dia berbuat nakal, katakan anak soleh tidak boleh kurang ajar, jangan justru dicap anak kurangajar kamu, anak goblok, anak tidak tahu diuntung dan sebutan atau cap-cap, kutukan-kutukan yang lainnya. Karena itu hanya membuat lingkungan menjadi negatif dan dia akan menjadi seperti apa yang dikatakannya kepadanya. Lingkungan yang positif membangun attitude yang positif. Attitude yang positif membangun kisah sukses.

SENIN, 02 AGUSTUS 2010

KREATIFITAS

Pendidikan di Indonesia secara akademis, sebenarnya luar biasa. Anak-anak yang dari sekolah nasional indonesia dan pindah kesekolah internasional, mereka merasa bahwa pelajarannya jauh lebih mudah. Lebih mudah, fun, banyak main game, banyak jalan-jalan, olahraga, seni, kreasi dsb. Karena memang secara akademis Indonesia sebenarnya tidak kalah dengan negara-negara lain. Lihat saja, begitu banyak pertandingan olimpiade kimia, fisika, matematika kalau tidak dari China pasti dari Indonesia juaranya untuk skala internasional. Saya tidak mendengar bahwa juara matematika, kimia fisika itu dari Eropa, Australia atau Amerika. Karena memang beban akademis di indonesia sebenarnya cukup bagus.

Banyak keluarga yang pindah ke Australia menjumpai, bahwa anaknya yang Taman Kanak-Kanak bisa mengerjakan pelajaran matematika anak Australia kelas 1 atau kelas 2 Sekolah Dasar. Tetapi mengapa kita kalah bersaing dalam persaingan global? Karena memang secara akademik IQ indonesia cukup bagus, tapi secara kreatifitas kita kurang. Oleh sebab itu perlu sekali menekankan kepada orangtua dan guru untuk meningkatkan kreatifitas anak-anak.

Saya pernah membuat seminar buku yang saya tulis, yaitu anak cerdas atau multiple intelejen. Saya keliling indonesia, semua propinsi, guru-guru TK dikumpulkan, untuk seminar multiple intelejen, hal-hal apa yang penting bagi kecerdasan si anak supaya nanti anak berhasil. Lalu ketika guru-guru TK berkumpul, saya memberikan mereka perintah yang harus selesai dalam hitungan detik. Saya perintahkan kepada mereka dengan cepat saja, “ayo tolong digambarkan matahari”1,2,3,4,5 sudah selesai. Sekarang gambarkan gunung, hitungan kelima harus selesai karena cukup dengan sketsa saja. Gambarkanlah sungai, lalu mereka mulai menggambar, kalau tidak sungai diganti jalan juga boleh”

Yang cukup menarik ketika ribuan orang, saya suruh menggambar gunung, ditambah matahari dan sungai maka 95% gunungnya ada dua dengan matahari di tengah-tengah gunung, jalan atau sungai keluar juga dari tengah-tengah gunung. Sedikit sekali yang menggambar gunungnya satu, atau gunungnya 3. Turun temurun seperti itu. Lalu saya berkata kepada guru-guru TK dan SD dengan mudah sekali ”ingin tahu kenapa anak-anak kita tidak kreatif? karena gurunya juga tidak kreatif. Turun-temurun itu yang digambar. Jadi kita perlu mengajarkan hal yang sederhana. Yang namanya kreatifitas beri kebebasan pada anak untuk menggambar. Menggambar gunung 1, gunung 3, atau 5, bahkan matahari 4 pun tidak salah.

Saya pergi kekota medan, dan saya menjumpai seorang anak menggambar gunung dengan mataharinya 4. Lalu saya tanya kenapa mataharinya 4? Ia menjawab,”Iya, Om. Kalau satu kan kasihan dia kesepian. Anak ini punya sosialisasi pasti bagus. Dan menggambar matahari 4 tidak salah, karena matahari itu kan salah satu bintang didalam galaksi bimasakti. Ada banyak galaksi di alam semesta ini, dalam satu galaksi ada ribuan bintang, satu bintang namanya matahari, dikelilingi ada sembilan planet. Maka sebenarnya menggambar matahari lebih dari satu juga tidak salah secara ilmiah. Guru beri kesempatan anak menggambar sebebas mungkin dan hargai kreatifitasnya bukan secara visual bagus apa tidak. Seorang anak mungkin kreatifitasnya dan kepandaiannya harus dinilai tinggi, walaupun tehnik menggambarnya tidak baik.

Contoh ketika seorang anak saya beri intruksi coba gambarkan gajah! Ada yang menggambar gajah bagus sekali, wah kelihatan belalainya, kakinya proposional. Ada seorang anak yang menggambar dengan gambar hanya bulat, lalu sebuah titik ditengah, lalu saya bertanya ”Apa ini gajah? Mana kakinya? Mana belalainya? Lalu dia berkata,”Om ini gajah dari belakang, jadi cuma kelihatan pantatnya yang bulat.

“Lalu titik itu apa?”

“Titik ini ekornya lagi lurus”

Saya hargai kretifitas anak itu. Dia tidak pandai menggambar tapi logika otaknya jalan. Toh perintahnya hanya menggambar gajah, dari samping, dari belakang, dari depan, namanya gajah juga. Lalu mana kakinya? Kan lagi duduk, kakinya tidak kelihatan. Jadi hanya bulat diberi titik.

Ketika mengajak anak berbicara tentang gambarnya maka kita bisa menilai kreatifitasnya. Jadi untuk anak kecil kita perlu menyuruh mereka menggambar dan mengajaknya berbicara baru menentukan nilainya.

Guru jangan menilai anak yang menggambar pohon tanpa daun dianggap belum selesai dan nilainya jelek. Mungkin dia lagi berfantasi, bahwa di luar negeri lagi musim gugur, tidak ada daunnya. Jadi kreatifitas apapun itu sah-sah saja, dan supaya nanti anak berhasil harus punya kreatifitas tertinggi. Orangtua dan guru tidak boleh memasung kreatifitas anak. Dalam hal bermain biarkan mereka bermain, yang membangun kreatifitas bukan hanya menonton film yang tinggal menikmati. Tapi bermain yang menyusun.

Kalau punya anak 2, 3, dan 4 tahun berikan mainan yang bisa dibongkar pasang, kenapa? karena kalau dibelikan mainan yang tidak bisa dibongkar akan dibongkar juga. Karena anak ingin tahu, oh tangannya bisa bergerak karena begini, rodanya bisa bergerak karena begini. Dia membongkarnya lalu dia menambah satu pengetahuan oh, ternyata bisa bergerak karena begini. Bagi mereka selesai dibongkar maka selesailah apa yang ingin mereka ketahui. Jadi memang justru itulah yang sebenarnya yang dibutuhkan oleh si anak. Mereka bertambah pandai, kreatif, main bongkar pasang, karena diberikan mainan yang bisa dibongkar pasang. Kreatifitas itu akan menjadi akar penentu dalam keberhasilan.
Diposkan oleh Jarot Wijanarko di 18:23 0 komentar
Kirimkan Ini lewat Email
BlogThis!
Berbagi ke Twitter
Berbagi ke Facebook
Berbagi ke Google Buzz

Label: inspirasi hari ini
RABU, 28 JULI 2010

KISAH KUTU LONCAT

Keberhasilan anak dimasa depan sangat dipengaruhi oleh kecerdasan hati dan kecerdasan spiritualnya 80%, kecerdasan intelektual hanya mempengaruhi 20%. Kecerdasan hati ini diantaranya adalah keyakinan bahwa ia mampu untuk melakukan sesuatu yang biasa disebut self lmage atau gambar diri atau citra diri yang baik.

Suatu penelitian pernah diadakan terhadap beberapa kutu loncat. Jadi ini kisah mengenai kutu loncat. Seorang peneliti dari fakultas biologi meneliti kutu loncat. Cerita ini sebenarnya hasil sampingan dari penelitian, penelitiannya sendiri bukan mengenai hal ini. Ia meneliti untuk tujuan tertentu dan ia mengumpulkan kutu loncat dalam toples-toples dan ditutup dalam plastik. Namanya juga kutu loncat, kutu yang senang meloncat-loncat. Ketika dimasukkan kedalam toples, toples itu bunyinya riuh sekali, pletok…pletok..pletok..kenapa? Karena kutunya melompat dan membentur plastik tutup toples. turun lagi, lompat lagi, menabrak tutup yang dari plastik, dan berbunyi riuh sekali.

Beberapa minggu kemudian ia menjumpai bahwa sekelompok toples tidak ada bunyinya lagi. Kenapa tidak berbunyi? Apakah kutunya tidak melompat? Apakah sudah mati? Ketika ia melihat dalam toples, kutu yang sudah lama dimasukkan itu masih melompat, tetapi tidak setinggi ketika pertama kali dimasukkan. Rupanya ketika kutu itu melompat, menabrak plastk penutup berulang-ulang, nabrak, terpentok-pentok jadi sakit, lalu ia mulai menyesuaikan tinggi lompatannya supaya pas dengan ukuran tinggi toples. Karena toples itu sudah tidak dibutuhkan lagi maka si peneliti mulai membuka tutup toples. Plastik dibuka, dan yang cukup menarik ternyata si kutu tetap melompat rendah. Karena ternyata sudah 3 sampai 5 minggu, ia menyesuaikan diri dengan toples, sudah terbiasa dengan kondisi itu, bahkan ketika toples sudah dibukapun mereka tidak melompat tinggi, mungkin mereka berpikir masih ada penutup toplesnya.

Sering kejadian dan peristiwa-peristiwa gagal membuat seseorang mengukur dirinya ukuran saya hanya setinggi ini. Gagal itu menyakitkan, terbentur-bentur itu menyakitkan, dan orang tidak mau sakit untuk yang berikutnya lagi, maka dia mulai mengukur tingginya, mengukur kemampuannya, menaruh batas dalam pikirannya. Inilah batas untuk saya. Padahal sebenarnya, pada suatu ketika tutup itu sudah tidak ada lagi, batas itu sudah tidak ada lagi, batas itu sudah hilang. Karena naiknya tingkat kemampuan kita, sesuai dengan pertumbuhan, sesuai pertumbuhan pendidikan. Sesuai dengan pertambahan kemampuan, tetapi sering orang dengan bertambahnya pendidikan, bertambahnya usia dia masih menganggap bahwa batas itu ada. Orang yang menganggap dirinya tidak mampu melakukan sesuatu padahal dia mampu, apa batasnya? Dia berfikir bahwa tidak mampu itulah batasnya.

Penting sekali untuk mendidik anak-anak adalah menembus batas ini. Bagaimana cara melatih anak supaya anak mempunyai keyakinan yang tinggi, bahwa saya bisa melakukan sesuatu. Maka berikan anak target-target yang bisa dicapai. Target-target yang achievable. Kalau anak sering diberi target yang lebih tinggi, maka anak akhirnya merasa sebagai orang gagal, gagal dan gagal dan dia menaruh batasan dipikirannya saya orang gagal.

Contoh kalau anak bapak-ibu, saudara misalnya disekolahnya rangking 20, 30, maka jangan ditargetkan dia rangking 1. Dia akan merasa gagal. Kalau anak ibu nilai ulangannya matematika, PPKN, atau yang lain nilainya 5-6-5-5-4, berikan dia target 6,5 jangan diberi target 10. Berikan target yang bisa dia capai. Anaknya rangking 20 diberi target rangking 1, kalau kamu rangking 1 papa akan belikan hp, nanti dibelikan komputer. Rangking 20 disuruh rangking 1, anak akan berkata”Pa, tidak ada yang mustahil bagi Tuhan, tapi itu mustahil bagiku.” Anak tidak termotivasi.

Saya punya anak memang para juara, rangking 1, 5 besar, 6 besar, tapi anak saya nomer 2 juga pernah tidak rangking. Ketika dia hanya rangking 19 saja,”bagus dong pak, mendingan. Bagaimana mendingan? Satu kelas hanya 19 anak, dia menjadi rangking yang paling rendah di kelasnya. Maka saya beri dia target, kalau kamu bisa 15 besar. 15 besar itu maksudnya 4 dari bawah, tapi kalau 4 dari bawah itu konotasinya jelek sekali. Jadi saya bilang pada anak saya, kalau kamu bisa 15 besar.

Dia rangking 19, lalu diberi target rangking 15, dia akan merasa pasti bisa. Dia akan berjuang dan dia mendapat rangking 15. Saya bilang lagi kalau kamu bisa 12 besar, maksudnya sama dengan 6 dari bawah, tapi itu kata yang tidak bagus. Maka saya beri istilah 12 besar, dan dia naik menjadi 12 besar. Ketika anak diberi target achaiveable dia akan merasa saya bisa, saya mampu. Penting untuk mengumpan anak bahkan mengumpan diri sendiri. Mengumpan seseorang dengan keberhasilan-keberhasilan kecil yang bisa diraih. Karena dengan memberikan keberhasilan-keberhasilan kecil, dia akan muncul percaya diri, mampu bahwa saya bisa. Sikap mampu bahwa bisa itu sudah 50% bisa.

Banyak orang sebenarnya dia mampu berbuat sesuatu tapi dia berfikir saya tidak bisa. Maka dia tidak mencoba. Kenapa tidak mencoba? Karena dia berfikir bahwa dia tidak bisa. Banyak orang sebenarnya bisa tapi dia berfikir tidak bisa. Perlunya mengumpan anak dengan keberhasilan-keberhasilan kecil, target yang bisa dicapai. Kalau anak menilainya 4,5 nanti tidak naik kelas, berikan dia target 6 dulu. Karena dengan nilai 6 saja dia akan naik kelas. Tapi kita bisa naikkan target itu untuk semester berikutnya, target 6 bisa naikkan target 7.

Jadi anak diberi target sesuatu yang dia yakin dia bisa mencapai. Kita motivasi dengan sedikit tambahan motivasi. Dia akan mencoba dan kemungkinan besar dia akan meraihnya karena targetnya adalah target-target yang achivable. Memberikan target kepada anak berlebihan adalah hanya akan membuat anak itu sengsara. Dia mulai merasa tidak mampu, merasa gagal. Tumbuh sikap bahwa setiap orang yang gagal dan ia tidak akan pernah berhasil. Tumbuhkan citra diri anak, karena citra diri adalah bagian dari kecerdasan emosi yang membuat anak-anak berhasil.

RABU, 28 JULI 2010

KECERDASAN BAHASA

Berbicara tentang kecerdasan linguistik (Linguistik intelejen) kemampuan berbahasa, maka ini berhubungan dengan keberanian berbicara, senang berbicara dan juga bahasanya komunikatif. Saya beri contoh sering terjadi suami istri bersama-sama pergi ke pesta pernikahan, atau pesta lainnya. Istri makan dan kursi di sebelahnya kosong. Ia melihat suaminya tidak jauh darinya, berdiri dan juga makan sendirian. Sang istri ingin suaminya duduk di sebelahnya.

Saya sering menjumpai kisah yang unik, ternyata sang istri yang ingin suaminya yang ada disebelahnya ini, tidak berbicara apa-apa dari mulutnya. Dia hanya menggerak-gerakkan tubuhnya dengan bahasa tubuh dan berharap dengan begitu suaminya akan mengerti. Dalam hati ia berkata ”harusnya ia kemari dong” harusnya ia ke sebelah saya, kan ia melihat saya sendirian. Masa ia tidak kemari sih! Itu laki-laki kok bebal sekali sih! Ia ‘kan lihat saya sendirian.”

Si istri hanya berbicara dalam hati tidak mengutarakannya hanya berbicara dengan bahasa tubuhnya dan berharap suaminya tahu. Pulang dari pesta pernikahan mereka bertengkar, dan si istri tetap tidak mau berbicara, ia masih berbicara dalam hatinya. ”Harusnya ia tahu dong salahnya apa!”

Suami tidak tahu salahnya apa, ia berfikir kenapa istrinya marah-marah, salah saya apa? Suami tidak mengerti salahnya apa? Mereka berdua, suami istri ini, kalau dibuka raportnya lihat transkripnya, jangan-jangan nilai bahasanya 9atau 10, jangan-jangan pelajaran tata bahasanya 9 atau 10, jangan-jangan grammar-nya 9 atau 10.

Jadi seseorang bisa punya nilai akademik bahasa yang tinggi tapi gagal dalam hidup, gagal dalam berkomunikasi, kenapa? Karena bahasanya tidak komunikatif. Kenapa tidak komunikatif? Karena tidak diucapkan. Sering terjadi juga di kantor-kantor seorang pegawai dengan sibuknya mempersiapkan kepanikan ini kepanikan itu, launching produk ini dan itu dengan paniknya ia bekerja dengan lelahnya, sementara pegawai yang lain tidak bekerja selelah itu, bahkan lebih santai. Yang bekerja dengan rajin itu tidak mengajak yang lain bekerja. Dia hanya berkata dalam hati, ”Harusnya mereka tahu dong saya lagi lelah, harusnya dia bantu saya dong, dia kan lihat saya lagi sibuk.”

Jadi banyak orang tidak mengucapkan apa yang ada dalam hatinya. Dia berharap orang lain tahu. Orang itu kalau dibuka raportnya, dilihat transkripnya, bisa-bisa nilai bahasanya 10 atau 9. Tetapi dalam pekerjaan dia tidak berhasil, kenapa? karena dia tidak berkomunikasi dengan baik. Terlalu banyak orang gagal dalam berkomunikasi, karena mengharap orang lain tahu, mengharap pasangan tahu. Betapa banyak ibu-ibu masuk kamar atau suami sebaliknya dan dia berharap suami menyusul masuk kamar,”Apa dia tidak tahu kalau lagi ditungguin? Kenapa sih tidak masuk-masuk kamar? Lalu bertengkarlah mereka. Kenapa? Karena mereka tidak berkomunikasi dengan baik. Halangannya adalah mereka mengharap orang lain tahu.

Dalam berkomunikasi saya akan berikan tips: Jangan mengharap orang lain tahu. Keluarkan isi hati dan berbicaralah. Bahasa yang komunikatif adalah bahasa yang diucapkan tentunya. Memang bahasa yang diucapkan tentunya disertai dengan bahasa tubuh akan menjadi lebih jelas. Tetapi kalau hanya dengan bahasa tubuh dan mengharap orang lain tahu, bisa-bisa kau akan cepat mati kecewa, cepat mati kepahitan karena ternyata pasanganmu tidak mengerti bahasa tubuhmu.

Jadi tetap bahasa verbal itu penting, ucapkan apa yang harus diucapkan, sampaikan apa yang ada dihati. Untuk anak-anak, didik anakmu untuk menyampaikan isi hatinya. Ajari anak berbicara, bercerita soal cita-citanya, soal keinginannya, untuk beragumen kenapa dia lakukan ini dan itu. Mengapa dia bertengkar dengan adiknya. Berani berbicara menyampaikan isi hati, maka itu bagian dari kecerdasan linguistik yang penting. Supaya anak berhasil di kemudian hari.
Diposkan oleh Jarot Wijanarko di 19:01 0 komentar
Kirimkan Ini lewat Email
BlogThis!
Berbagi ke Twitter
Berbagi ke Facebook
Berbagi ke Google Buzz

Label: inspirasi hari ini
KEBERHASILAN
Setiap zaman memerlukan kecerdasan yang lebih tinggi untuk tingkat keberhasilan yang sama. Contohnya, 50 tahun yang lalu seorang lulusan diploma bisa saja menjadi terpandai di kecamatannya, menjadi pejabat, menjadi camat. Sedangkan saat ini, di kecamatan yang sama untuk menjadi office boy mungkin dibutuhkan ijazah diploma. Tahun 1945, Indonesia dibuat terkagum-kagum dengan Ir. Soekarno. Seorang insinyur, ia manusia langka di indonesia saat itu. Ketika Bung Karno, demikian ia disebut, berpidato di radio, orang-orang, terutama di Jawa, ketika mereka di sawah, di ladang, sedang bekerja, mereka berhenti dari pekerjaannya hanya untuk mendengar pidato Bung Karno di radio. Maka banyak sekali orangtua pada saat itu ingin sekali anaknya menjadi insinyur.

Beberapa puluh tahun kemudian, atau pada saat ini, kita bisa melihat ribuan insinyur menganggur, kesulitan mencari pekerjaan. Tahun 1956-1960 banyak orangtua ingin anaknya menjadi dokter pada saat itu bahkan sampai sekarang adalah sebuah profesi yang bisa dikategorikan sukses dan memiliki kekayaan yang cukup. Tetapi hari-hari ini juga cukup banyak orang yang setelah selesai kuliah dokter akhirnya tidak prakter dan pindah ke profesi bisnis atau dagang yang dianggap secara riil lebih menguntungkan. Hari-hari ini mungkin lebih banyak orang ingin menjadi entertainer atau artis. Dan memang banyak jalur disediakan untuk itu

Jadi tentang figur sukses itu bisa berubah-ubah. Syarat minimal untuk sebuah keberhasilan secara pendidikan formal pun dituntut lebih tinggi hanya untuk sebuah keberhasilan yang sama. Ketika tahun 2004 syarat pendidikan minimal anggota DPR-RI adalah SLTA. Maka banyak caleg kelabakan bahkan merebak isu ijazah palsu. Hari ini bahkan untuk menjadi guru SD harus ijazah S1. Artinya apa? Setiap zaman memerlukan kecerdasan, pendidikan formal, IQ yang tinggi, hanya untuk tingkat keberhasilan yang sama dimana dekade sebelumnya tidak dituntut kecerdasan setinggi itu.

Karena itu untuk menjadi orangtua saat ini, kalau kita mau melahirkan suatu generasi baru, membuat anak-anak kita akan berhasil, orangtua perlu mendorong dan menyekolahkan anaknya lebih tinggi dan lebih tinggi lagi. Karena semakin ke depan, tidak ada tempat bagi mereka yang tidak memiliki pendidikan tinggi.

Apakah itu cukup? Tetap saja tidak. Karena dekade ke depan tentunya akan ada banyak jutaan sarjana atau S2 yang mencari pekerjaan. Karena itu selain pendidikan formal atau kecerdasan otak, kita perlu mempersiapkan anak-anak kita kecerdasan hati, kecerdasan spiritual.

Prof. Dr Daniel Gullman, bapak manajemen modern Amerika, mengatakan bahwa keberhasilan justru dipengaruhi 80% oleh kecerdasan emosi dan kecerdasan spritual. Emotional Quotien dan Spritual Quetien. Ada orang yang menggabungnya nemjadui EESQ Emotional Spritual Quession. Sebagai orangtua kalau tujuan supaya anak kita berhasil, bukan supaya memilki ijazah. Maka seharusnya kita memperhatikan yang 80% tetapi 20% pun pendidikan formal tidak boleh diabaikan karena setiap zaman butuh pendidikan yang lebih tinggi untuk keberhasilan yang sama.

RABU, 28 JULI 2010

INTEGRITAS

Keberhasilan seseorang sangat dipengaruhi oleh kecerdasan spritual. Kecerdasan spritual adalah kemampuan seseorang untuk menangkap kehendak Tuhan dalam kehidupannya. Apakah maksud yang baik dari sebuah peristiwa. Apakah itu peristiwa baik ataupun peristiwa yang tidak baik. Makin cepat orang mengambil kesimpulan dari sebuah peristiwa makin cerdas secara spritual. Kecerdasan spritual ini disusun, dibangun oleh berbagai aspek yaitu: integritas, karakter dan nilai-nilai hidup.

Dimulai dari integritas. Integritas adalah bersikap atau berkata apa adanya. Kalau A ya A, kalau B ya B. Integritas adalah orang yang sama antara perkataan dengan pikirannya. Orang yang punya integritas adalah orang yang bisa dipegang perkataannya. Artinya dia menghargai perkataannya dan perbuatannya.

Sering terjadi bahwa anak sesudah lahir justru sebenarnya punya integritas. Tapi orang tuanya yang merusak integritas anak. Karena itu penting sekali bagaimana cara kita membangun integritas pada anak. Kita tidak perlu menanam karena sudah ada pada diri si anak. Yang penting bagaimana kita memeliharanya. Karena sering justru orang tua melatih anak tidak punya integritas.

Sebagai contoh: Seandainya saudara punya anak kecil umur 2, 3 atau 4 tahun, datang tamu. Tamu ini anda tidak suka karena tamu ini suka gossip, sering tidak baik, atau tamu yang sedang menagih hutang. Pokoknya Anda tidak ingin bertemu dengan penagih hutang ini. Kau panggil anakmu yang paling kecil umur 2 atau 3 tahun berkata ”bilang pada tamu ya, kalau mama tidak ada”. Ini namanya training dan pemuridan bohong yang luar biasa efektifnya. Tapi sering anak ketika diajari seperti itu, ia masih belum bisa. Anak 2 tahun ini akan keluar, ke ruang tamu dan berkata pada tamunya ”Mama suruh bilang kalau mama tidak ada”. Jadi anak masih punya integritas belum bisa bohong. Mungkin dengan anak yang bersikap belum bisa bohong ini, anak yang masih punya integritas ini, orang tuanya akan marah. ”Lain kali kalau mama bilang tidak ada, ya bilang mama tidak ada, ngerti?!” Betul-betul orang tuanya mentraining anaknya agar tidak punya integritas. Jika terjadi berulang-ulang maka hilanglah integritas anaknya.

Modal uang bisa dicari. Kalau tidak punya integritas bagaimana mendapat kepercayaan dari orang lain. Dalam bisnis, keluarga, hidup sosial atau apa saja, integritas sangatlah penting. Tapi banyak orang tua merusak integritas si anak sejak mereka kecil. Banyak orang yang awalnya tidak punya modal tapi sukses, karena ia punya integritas. Banyak orang punya uang tapi bingung uangnya buat apa. Ia punya pekerjaan banyak tapi ia masih mau punya pekerjaan atau usaha yang lain. Maka ia mencari orang-orang yang punya integritas untuk menjalankan usahanya. Orang yang punya integritas tidak akan pernah kekurangan pekerjaan. Bahkan ia bisa menjual integritasnya dengan sejumlah presentase saham tertentu, apabila ada orang yang punya banyak uang tidak ada waktu, tidak ada ide untuk menjalankan uangnya. Orang-orang yang punya integritas adalah jawabannya. Banyak orang punya ide, punya waktu, banyak orang punya tenaga tapi tidak punya integritas. Integritas adalah pondasi hidup.
Diposkan oleh Jarot Wijanarko di 18:37 0 komentar
Kirimkan Ini lewat Email
BlogThis!
Berbagi ke Twitter
Berbagi ke Facebook
Berbagi ke Google Buzz

Label: inspirasi hari ini
GAGAL ITU BIASA

Untuk berhasil orang harus berani mencoba. Dan kalau namanya mencoba itu tentu tidak 100% menghasilkan. Bisa gagal bisa tidak. Artinya orang yang berhasil adalah orang yang berfikir gagal itu biasa. Toh nanti juga akan menang. Namanya attitude pemenang. Gagal itu biasa, karena semua orang pernah gagal. Banyak orang besar yang berhasil yang kita kenal sekarang ini adalah orang yang pernah mengalami banyak kegagalan dalam hidupnya. Namun demikian mereka bangkit kembali. Mereka berfikir bahwa kegagalan adalah suatu pengalaman yang harus dilalui dalam hidup mereka. Mereka maju terus memperbaiki diri, dan berhasil.

Mari kita lihat cacatan kehidupan dari seorang yang sering mengalami kegagalan dalam hidupnya berikut ini:
Orang ini tahun 1816 keluarganya diusir dari rumahnya.

Tahun 1818 ibunya meninggal dunia,

Tahun 1831 orang ini gagal dalam bisnis.

Tahun 1832 orang ini kalah dalam pemilihan anggota dewan legislatif. Ia kehilangan pekerjaan, ia ingin sekolah hukum tetapi tidak diterima gagal dalam kuliah.

Orang ini tahun 1833 meminjam uang untuk memulai bisnis, bangkrut pada tahun yang sama. Ia gagal berusaha, ia harus melunasi hutangnya selama 17 tahun.

Orang ini tahun 1834 sempat terpilih sebagai anggota dewan legislatif.

Orang ini tahun 1835 bertunangan tapi tunangannya mati, sehingga ia patah hati. Karena patah hati tersebut ia mengalami nerveus breakdown syndrom dan harus berbaring selama 6 bulan.

Tahun 1838 ingin mengajukan diri menjadi ketua dewan legislatif, tapi gagal.

Tahun 1840 orang ini juga ingin menjadi elector tapi juga gagal.

Tahun 1842 orang ini menikah hanya satu dari empat anaknya laki-laki yang hidup melewati umur 18 tahun. Berarti tiga mati.

Tahun 1843 orang ini ingin menjadi anggota kongres tapi gagal. Baru pada tahun 1846 orang ini menjadi anggota kongres.

Tahun 1848 ia gagal terpilih menjadi anggota kongres untuk kedua kalinya. Setelah tidak menjadi anggota kongres maka ia ingin melamar pekerjaan menjadi land officer tapi ditolak alias gagal.

Tahun 1854 ia ingin menjadi anggota senat tapi gagal. 1856 dengan pengalaman gagalnya yang demikian banyak, ia nekat mencalonkan diri sebagai wakil presiden. Dan mendapat suara kurang dari 100, alias gagal.

Tahun 1858 ia ingin menjadi anggota senat lagi tetapi kalah dalam pemilihan umum. Kita bisa melanjutkan kisah gagalnya lebih panjang lagi. Tapi tahukah saudara, kisah siapa yang saya baca ini? Inilah kisah Abraham Lincoln yang tahun 1860 ia berhasil menjadi presiden Amerika terpilih.

Satu kunci keberhasilan Abraham Lincoln yang ia tulis dalam buku biografinya, ia berkata soal hidupnya. ”Jalan hidup saya jelek dan licin, kaki saya sering tergelincir. Tetapi saya bangun kembali, mengatakan pada diri saya sendiri ini hanya tergelincir dan bukan suatu kejatuhan.”

Sebuah cara pandang yang luar biasa memandang kegagalan dalam hidupnya dengan menganggap itu hanya tegelincir. Betapa banyak orang yang mengalami kegagalan tidak separah kegagalan Abraham Lincoln. Kita lihat kegagalannya itu sebenarnya bukan tergelincir, tapi jatuh, terjerembab dalam lumpur, hancur berkeping-keping tapi ia hanya menganggap tergelincir. Ada orang yang hanya tergelincir dalam hidup ini, hanya ditolak cintanya. Belum terjadi perceraian, bukan kebangkrutan, bukan perampokan tetapi berkata aku hidup tanpa cinta, hidupku hancur padahal bukan hancur. Dia bukan tergelincir tetapi hanya tersandung kerikil. Tetapi ia berkata hidupku hancur. Itulah bedanya sikap pemenang dengan seorang pecundang atau pengecut yang tidak berani mencoba lagi.

Kalau gagal dalam satu bidang coba lagi. Gagal dalam berpacaran, cari lagi. Begitu banyak manusia di muka bumi ini bahkan jutaan, milliaran pasti ada salah satu Tuhan tentukan menjadi jodoh dalam hidupmu. Pasti ada satu bidang kehidupan satu buah bisnis dalam hidup di dunia ini yang menjadi bagian kita untuk melakukan. Pasti ada satu lowongan pekerjaan dimuka bumi ini yang tepat untuk kita. Selama kita terus mencarinya, mencoba pasti akan mendapatkannya.

RABU, 28 JULI 2010

CACAT BUKAN HALANGAN

Beberapa waktu yang lalu, Jakarta kedatangan tamu seorang gadis yang istimewa, namanya Lee Hee Ah. Seorang gadis yang berumur 17 tahun, tingginya separuh dari teman-teman seusianya, bahkan juga agak sedikit terbelakang mental. Namun dia sukses menjadi seorang pianis, berkeliling dunia untuk konser piano. Ketika ia tampil di Jakarta, orang lebih kagum lagi, lebih heran lagi ketika dia melambaikan tangannya, karena kelihatan baik tangan kiri dan tangan kanan ternyata jarinya hanya dua. Kalau orang jarinya lima, orang main piano tentu ia dapat menggerakkan jarinya lebih enak. Tapi kalau dengan jarinya dua, jarinya harus bergerak lebih cepat untuk bunyi yang sama.

Anak saya tiga-tiganya juga main piano bahkan anak yang paling besar, kalau saya pikir-pikir sepertinya mainnya tidak kalah dari Lee Hee Ah. Yang masih SMP, ia sudah persiapan les untuk menjadi guru piano karena ia sudah selesai dari Yamaha music, bagian piano. Tapi kalau anak saya main piano, orang tidak akan kagum seperti kalau orang-orang melihat Lee Hee Ah main piano. Kenapa? Karena anak saya jarinya lima, sedang Lee Hee Ah jarinya dua.

Yang mau saya katakan adalah bahwa kelemahan seorang anak belum tentu adalah kelemahannya. Sering justru menjadi kekuatannya. Orangtua Lee Hee Ah tidak berfikir bahwa kelemahan fisik anaknya akan menghalangi karirnya, akan menghalangi kesuksesannya. Ia yakin bahwa setiap anak punya potensi untik berhasil. Setiap kelemahan diimbangi dengan kelebihan yang lain. Orang-orang atau anak-anak dengan cacat fisik sering mempunyai kepekaan hati, kepekaan suara, kepekaan lagu, spatial inteligence atau yang lainnya lagi. Anak anak hiperaktif bahkan yang autis sering mempunyai kemampuan desain grafis yang luar biasa. Ketika ia melihat gambar, melihat baju sesorang atau melihat yang lain, perhatiannya berbeda dengan yang lain. Ia memperhatika logo, gambar desain dan ia bisa menggambar ulang dengan sangat tepat. Jadi setiap anak, memang ada kekurangannya tapi pasti juga ada kelebihannya. Tugas orangtua adalah mengarahkan anaknya sesuai dengan kelebihannya.

Selain Lee Hee Ah ada kisah spektakuler lainnya lagi. Helen Keller yang buta dan tuli. Melalui beberapa terapi akhirnya pendengarannya bisa ditingkatkan. Dan Helen Keller yang buta, akhirnya menjadi seorang sarjana. Ia keliling dunia untuk memberikan motivasi kepada orang-orang cacat lainnya. Ratu Victoria dari Inggris memberikan gelar penghormatan pada Helen Keller dan ia menyatakan kekagumannya. Bagaimana orang buta sejak kecil bisa meraih sukses luar biasa. Dan Helen Keller menjawab bahwa jika tidak ada Anne Sullivan, tidak ada Helen Keller. Sullivanlah guru yang mendedikasikan hidupnya untuk Helen Keller. Ia melatih dan terus melatih memberikan dorongan-dorongan dan reward-reward untuk perubahan kecil saja yang positif. Dengan ketekunan seorang guru yang mendedikasikan hidupnya bagi anak cacat yang bernama Helen Keller membawa seorang anak cacat ini dalam sukses yang luar biasa. Karena itu orangtua tidak perlu marah, kecewa, dengan hal-hal yang kurang pada anaknya. Bahkan jika yang berkebutuhan khusus sekalipun. Karena setiap anak punya peluang untuk sukses sekalipun dia punya cacat.

George Washington juga memiliki cacat yaitu tulang belakangnya sering sakit. Don Phirston, desainer perancang mobil-mobil mewah, ia juga duduk dikursi roda. Demikian juga Franklin Rosevelt, ia lahir lumpuh. Gllerr Koningham pernah terbakar parah sehingga dokter mengatakan ia tidak bisa berjalan lagi. Tapi melalui latihan dan latihan, Gleen Koningham pada tahun 1934 memecahkan record dalam dunia lari 1 mil.

Dunia dipenuhi dengan kisah-kisah orang yang cacat, yang secara fisik tidak menguntungkan, namun memecahkan record keberhasilan. Karena memang keberhasilan tidak tergantung pada fisik. Kalau keberhasilan tergantung pada fisik maka Tuhan tidak adil karena fisik yang menciptakan Tuhan. Tapi keberhasilan tergantung pada hati. Kita manusia punya kehendak bebas tapi kita boleh mengambil keputusan. Apakah akan marah atau mengampuni. Apakah mau bersukacita atau mau bersedih. Kalau dia menggunakan keputusannya untuk bersedih, stress, marah, maka bagaimana ia bisa sukses. Tapi kalau ia menggunakan keputusan hatinya, untuk bersukacita, melepaskan pengampunan, hidup dalam damai sejahtera maka sukses ada di tangan orang-orang yang demikian. Karena itu orangtua perhatikan hati anakmu lebih lagi. Karena di sanalah awal keberhasilannya.
Diposkan oleh Jarot Wijanarko di 18:21 0 komentar
Kirimkan Ini lewat Email
BlogThis!
Berbagi ke Twitter
Berbagi ke Facebook
Berbagi ke Google Buzz

Label: inspirasi hari ini
BERANI MENCOBA

Keberhasilan sangat dipengaruhi oleh intrapersonal inteligence, bagian dari kecerdasan emosi selain interpersonal intelejen atau sosialisasi. Bagian dari intrapersonal intelejen adalah self image atau gambar diri. Bagaimana orang memandang dirinya sendiri. Orang yang berhasil diantaranya adalah orang-orang yang berani gagal. Orang yang berani gagal ia akan tetap terus mencoba. Orang kalau tidak pernah mencoba ia memang tidak akan pernah gagal, tetapi pasti ia juga tidak akan pernah berhasil. Albert Hubert mengatakan, bahwa kesalahan terbesar yang dibuat seseorang adalah takut untuk membuat kesalahan.

Nah saya akan memberikan contoh, kegagalan itu sering justru membuat orang pindah ke tempat yang lebih baik. Jadi jangan takut dengan sebuah peristiwa gagal atau peristiwa yang tidak baik. Saya punya teman dan ia pernah berkata seperti ini ”Datanglah ke Serpong, ke PT IPTEK atau ke Bandung ke IPTN, kalau sudah masuk ke kantor sana, lemparkan sembarang kapur pasti akan kena kepala doktor” Itu karena terlalu banyaknya orang pintar. Tapi ketika IPTN ditutup pemerintah, program dihentikan, maka ada banyak ratusan bahkan ribuan karyawan yang otomatis orang-orang pandai, mereka menggunakan kepandaiannya untuk berargumentasi, berdemo agar IPTN jangan ditutup, sebenarnya layak diteruskan dsb…. Demo masih berlangsung sampai akhir-akhir ini. Bertahun-tahun kemudian, setelah penutupan itu karena mereka menggunakan kepandaiannya hanya untuk berdemo, beragumentasi.

Ada kisah orang lain lagi, kisah yang pernah saya baca di majalah tentang pisang goreng ponti. Bahwa ada orang yang di-PHK, perusahaannya ditutup, berdemo terus menerus. Butuh waktu bertahun-tahun untuk mengerti bahwa setiap peristiwa itu selalu ada maksud baik di belakangnya, ini menyangkut kecerdasan spritual juga. Memang kecerdasan emosi dengan kecerdasan spritual itu kait-mengait. Ketika ada seorang yang di-PHK dari perusahaan pelayaran dengan gaji yang cukup tinggi. Ketika di-PHK memang pasti stress, membuat keadaan ekonomi tidak baik, ketakutan soal masa depan, sekolah anak, dsb.

Tetapi sekali lagi, masalah, ketakutan soal masa depan, bisa membuat hancur, stress bunuh diri, atau gunakan itu sebagai picuan bahwa saya akan melakukan apa saja supaya anak saya tetap sekolah. Orang yang di-PHK dari pelayaran dengan gaji tinggi ini, akhirnya mencoba untuk jualan pisang goreng. Dan sekarang merebak berbagai macam pisang ada pisang ponti, ada pisang yang digoreng dengan kering, diberi tepung, lalu pisangnya pun masih agak mentah, tapi sudah gurih.

Kisah pisang goreng ini sempat booming dimana-mana. Orang beli harus ngantri dan tentunya harga pisang goreng ada yang 2000, 3000 per pisang goreng. Dibanding dengan pisang goreng lainnya yang rata-rata 500 tentu marginnya sangat tinggi. Katakan 1 pisang bisa untung 1000 rupiah dari harga 2000 kadang-kadang 50% marginnya dari omzet. Kalau satu bulan omzetnya bisa 1 juta, maka berarti marjinnya bisa mencapai 50 juta. Itu sudah 5, 6, 7 kali dari gaji ketika ia masih dipelayaran. Kalau dia tidak di-PHK tentu ia tidak akan mencoba jualan pisang goreng karena sudah bekerja dengan nyaman, gaji yang cukup besar. Tapi dengan kondisi yang dizinkan Tuhan terjadi yaitu ketidak-nyamanan, di-PHK, ditambah dengan satu sikap yaitu berani mencoba, maka ia mengalami kemajuan and keberhasilan.

Ada orang lain juga di-PHK, dan kisahnya berakhir dengan menyedihkan. Kenapa? apa yang membedakannya? sama-sama di-PHK. Ada yang di-PHK lalu jualan pisang goreng dan sukses. Ada yang di-PHK demo berbulan-bulan, bertahun-tahun terus berdemo dan mengakhiri kisah hidupnya dengan penderitaan, dengan kesusahan, kepahitan dan tidak bisa mengerti kenapa pemerintah menutup perusahaan ini dan itu. Padahal pemerintah mengambil keputusan tentu atau perusahaan swasta atau nasional dari sisi ekonomis sudah terbukti bahwa bertahun-tahun tidak ada peluang diteruskan menambah kerugian maka diambil tindakan tegas, ditutup.

Ada orang yang bisa menerima dan tidak. Apa yang membedakannya, kecerdasan spritualnya dan kecerdasan emosinya. Ada orang ketika mengalami hal yang tidak baik, berani mencoba, tidak takut gagal. Karena berani mencoba tidak takut gagal, maka akhirnya kalau toh ia pernah gagal, tapi akhirnya pasti akan berhasil. Sekali lagi janganlah pernah takut untuk mencoba, karena hanya dengan mencobalah tidak akan tahu akan berhasil atau tidak. Belum berhasil juga maka katakan belum berhasil, dan bukan tidak berhasil.

MINGGU, 18 JULI 2010

BERANI BERBICARA :KISAH SI GAGAP

Ada beberapa kelompok masyarakat atau negara-negara tertentu kurang suka membaca. Contohnya di Indonesia orang-orang kurang suka membaca, jangankan buku yang tebal, buku yang tipis saja belum tentu mau dibaca. Tetapi orang-orang Eropa, Amerika lebih suka membaca. Lihat saja, kalau mereka datang ke Indonesia, mereka antri tiket sambil memegang buku yang cukup tebal, entah novel, atau apapun, mereka membaca. Sambil menunggu take off pesawat mereka membaca. Mereka liburan ke Bali 3 hari, 1 hari, mungkin di satu lokasi, berjemur di pantai sambil membaca, lalu istirahat, makan, tidak lama kemudian baca lagi.

Jadi orang asing, Eropa khususnya, mereka ke Bali liburan satu hari, 1 atau 2 lokasi saja mereka santai, berjemur di pantai mereka baca. Orang indonesia tidak suka membaca. Mereka liburan ke Bali 1 hari mengunjungi 7 lokasi, datang, potret, lalu pindah, datang, potret lalu pindah. Mereka ke Hongkong juga begitu, 1 hari 5 lokasi, datang satu tempat, potret, pindah, potret, pindah. Maka orang indonesia pulang liburan, badannya sakit, kelelahan, kenapa? Karena terlalu banyak jalan. Saya sering bertanya kepada teman-teman ”kamu itu liburan apa kerja bakti? kok pulang-pulang kelelahan?” Untuk kelompok masyarakat seperti kita yang kurang suka membaca, maka menerbitkan buku terlalu tebal itu beresiko, kecuali bukunya terkenal dan laku.

Ada kisah tentang sebuah penerbit yang menerbitkan buku terlalu tebal. Padahal masih pemula. Karena itu bukunya sulit sekali dijual. Mereka mulai berfikir bagaimana menghabiskan buku ini. Kalau dijual di toko, dipajang begitu saja, mengharapkan orang datang susah sekali. Belum lagi diskon yang diminta nasional departemen store cukup tinggi bisa 40, 45 bahkan 50% ada listing fee, admin fee, jurning fee, biaya promosi dan sebagainya.

Maka si penerbit ini mulai berfikir, bagaimana kalau dijual secara langsung, disodorkan ke orang-orang atau door to door. Kemudian mereka merekrut salesmen tanpa gaji, komisinya saja dibuat 50%. Maka ternyata komosi 50% dari omzet itu menarik sekali bagi para salesman. Banyak yang melamar.

Salah satu pelamar yang gagap ditolak oleh resepsionis,”Kamu tidak boleh ikut jualan, tidak bisa jadi salesman, di sini dibutuhkan salesman bukan office boy.”
Si pelamar menjawab dengan tergagap-gagap,”Sa..sa..saya ju..ju..juga ma..ma.mau ja..ja..jadi sa..sa..sales.”

“Kamu orang gagap, bicara saja tidak lancar, mau jadi sales, pasti tidak bisa.”

“Sa..sa..saya bi..bisa, co..co..coba sa..saja du..du..dulu.”

“Sudah, sudah, tidak diterima!”

“To..tolong..ka..ka..kasih ke..ke..kesempatan du..dulu. Kan..pee..pe..nerbit ti..tidak ru..ru..rugi kan ti..tidak pakai ga..ga…ji..”

Karena si pelamar ngotot, akhirnya ia diberi kesempatan. Betul juga tidak pakai gaji, karena kalau gagalpun tidak rugi.

Akhirnya kepala marketingnya berkata “ini tiga buku, coba kamu jual kalau dalam 3 hari tidak habis, berarti kamu tidak bisa jualan, kembalikan!”

Si gagap membawa 3 buku itu lalu pergi. Sebelum makan siang, ia kembali ke kantor, setor uang hasil jualan buku, lalu minta buku 3 lagi. Sebelum sore hari, ia kembali lagi, setor uang jualan, lalu ambil 3 buku lagi.

Kepala marketing berkata ”Jangan terlalu bersemangat, nanti kamu sakit. Pulang saja, istirahat, besok saja datang lagi.”

Esoknya, Si gagap datang pagi sekali mengambil lima buku. Belum makan siang setor uangnya, ambil lima buku. Menjelang sore ia setor uang ambil lima buku lagi. Begitu seterusnya sampai akhir bulan. Akhirnya Si Gagap ini menjadi sales terbaik.

Kemudian diadakan gathering, semua sales kumpul. Dan semua sales tidak dapat menahan keingin-tahuannya tentang keberhasilan Si Gagap.

Mereka mulai berteriak-teriak, ”Wah hebat gagap! kamu menjadi salesmen terbaik. Ayo dong cerita, bagi-bagi ilmu, bagaimana cara jualannya.”

Mulanya ia tidak mau bicara, tetapi setelah dipaksa, akhirnya Si Gagap maju ke depan, ia memegang mikrofon, lalu ia mulai bersaksi dengan tergagap-gagap,”Ga..gampang kok ca..cara ju..ju..jualan bu..bu..buku, saya ha..hanya ca..ca..cari calon pem..pembeli, la..lalu sa..saya bi..bicara sa..sama di..dia, mau be..be..beli atau ma..mau di..diba..bacain?”

Yah tentu saja orang tidak mau dibacain. Dibacain 5 halaman saja, darah tinggi naik, dibacain 10 halaman bisa budrek, bicara saja seperti itu. Karena itu orang lebih memilih beli daripada dibacain oleh Si Gagap.

Kisah ini saya sampaikan hanya untuk menunjukkan, bahwa kalau ada niat, pasti ada jalan. Disamping itu, orang harus berani bicara walaupun bahasanya tidak baik. Apa artinya orang punya tata bahasa luar biasa, pelajaran bahasanya bagus, tata bahasanya bagus, pellingnya bagus, pronounsesionnya bagus, grammarnya bagus, bisa menulis halus, titik koma tidak salah. Tapi kalau tidak berani berbicara, maka dia juga tidak akan sukses. Dalam hal linguistik intelejen, maka berani berbicara itu penting. Apa artinya orang pandai, kalau tidak berani berbicara. Maka orang lain juga tidak tahu bahwa dia itu pandai. Dalam hal berbahasa, selain tata bahasa, menulis cepat, menulis halus, maka yang cukup penting orang itu berani berbicara. Bahkan yang gagap saja kalau ia berani berbicara, maka ada kesempatan bagi dia untuk sukses.

Maka dari itu, terapi anak-anakmu, didik anakmu, untuk berani berbicara. Kalau ada masalah di antara anak-anak, sering orang indonesia berkata kepada anaknya ”diam” tidak usah banyak omong, pokoknya kamu yang salah. Jadi anak tidak dilatih untuk berani berbicara. Ini terbalik, justru orangtua harus berkata kepada anaknya,”Mengapa kamu begitu? Ayo cerita..” Biarkan kakaknya cerita, lalu ganti adiknya, kenapa kamu begitu? biarkan ia mengungkapkan pendapatnya. Dengan mendengar dan cukup mendengar kita akan menjadi orangtua yang cukup bijaksana. Karena kita bisa mengadili dengan adil, siapa yang salah? Dua-duanya yang salah, seberapa besar salahnya. Tapi kalau kita tidak mendengar, selain kita tidak menjadi orangtua yang bijaksana dan adil, maka anak tidak terbiasa berbicara dan tidak berani berbicara. Padahal berani berbicara adalah aspek yang penting di dalam membuat seseorang itu berhasil nantinya.

Orang tidak senang berbicara nanti menikahpun pasangannya bisa kesepian. Karena punya pasangan yang hanya bicara pendek-pendek. Ia tidak biasa mengeluarkan isi hatinya. Kalau yang gagap, tetapi berani berbicara, ia saja bisa sukses, apalagi yang tidak gagap, kalau ia berani berbicara, maka ia akan sukses.

Banyak orang yang sebenarnya tidak punya kelemahan dalam hal berbicara, tetapi ia tidak berani berbicara. Sebenarnya ia punya kelemahan dalam hatinya, ia minder, tidak percaya diri. Ia merasa ada yang salah dalam dirinya, maka ia menjadi tidak berani berbicara. Karena itu, latihlah dirimu untuk berani berbicara, sebab berani berbicara adalah salah satu kunci sukses.
Diposkan oleh Jarot Wijanarko di 20:34 0 komentar
Kirimkan Ini lewat Email
BlogThis!
Berbagi ke Twitter
Berbagi ke Facebook
Berbagi ke Google Buzz

Label: inspirasi hari ini
ANAK BERHASIL
Supaya anak berhasil kita harus memperhatikan kecerdasan emosi dan kecerdasan spritual, karena itulah yang menentukan 80% keberhasilan mereka.

Orang yang berhasil dagang, bukan yang ahli matematika ekonomi, tapi yang temannya banyak. Mereka yang menang Pilkada, bukan yang ahli sosiologi atau ahli politik, tapi yang banyak temannya, luas pergaulannya. Untuk mendapat kredit dari bank, tidak dibutuhkan indeks prestasi yang tinggi, tapi pandai me-lobby, pandai bergaul, dan bersosialisasi.

Untuk berhasil menikah bahagia tidak dibutuhkan ilmu pendidikan, ilmu psikologi, atau yang nem-nya tinggi. Orang pintar menikah dengan orang pintar sering justru kalau mereka bertengkar dalilnya banyak dan tidak selesai-selesai. Ahli agama menikah dengan ahli agama apakah tentu pernikahannya bahagia? Belum tentu, karena kalau mereka bertengkar, ayatnya banyak dan susah untuk didamaikan. Untuk berhasil dalam keluarga sekalipun, seperti menikah dan bahagia, tidak cukup hanya pandai, tetapi yang hatinya baik.

Maka jelas, sederhana sekali, bahwa sebuah keberhasilan ditentukan lebih banyak oleh kecerdasan hati dan kecerdasan spritual.

Jika konsentrasi kita sebagai pendidik dan orangtua supaya anak-anak kita berhasil, maka sepatutnyalah kita memberikan porsi dan perhatian pada kecerdasan hati dan kecerdasan spiritual ini. Orangtua tidak selesai dan tidak hanya cukup menyekolahkan anaknya, lalu berarti dia sudah mendidik anak. Karena sekolah tentunya hanya mempengaruhi kecerdasan intelektual atau IQ yang mempengaruhi 20% keberhasilannya. Maka justru yang mempengaruhi kecerdasan hati, kecerdasan spiritual adalah lingkungan keluarga, karena itu justru orangtua punya peran yang lebih untuk keberhasilan anak.

Orangtua perlu memperhatikan apa yang ditonton anak, siapa temannya, apa yang dibaca, kalau buka komputer belum tentu dia belajar, mungkin dia buka website, coba perhatikan situs-situs apa yang dia buka. Apakah hal-hal yang membuat dia baik, atau justru pornografi atau hal-hal buruk lainnya. Keberhasilan dipengaruhi oleh kecerdasan emosi dan spritual. Orangtua yang bijak adalah orangtua yang tahu bahwa mendidik anaknya di dalam rumah, dalam keluarganya, sebagai hal yang penting.

JUMAT, 16 JULI 2010

RAJAWALI ANAK AYAM

Intrapersonal intelejen penting dalam keberhasilan. Bagian dari intrapersonal inteligence adalah self image atau citra diri. Mengapa citra diri penting dan berpengaruh dalam keberhasilan? Karena citra diri mempengaruhi seseorang membawakan dirinya, mempengaruhi bagaimana dia berhubungan dengan orang lain. Dan tentunya mempengaruhi batas tertinggi yang bisa diraih.

Saya berikan kisah ilustrasi. Suatu ketika ada seekor ayam, dia berjalan-jalan di kaki bukit dan menemukan telor. Dia berfikir, wah ada telor ayam tercecer, dia ambil telor itu dan dia erami bersama telornya yang lain. Singkat cerita menetaslah si telor-telor ini termasuk telor yang ia temukan. Dan rupanya telor yang ia temukan itu menetas dan tumbuh menjadi anak yang berbeda, karena sebenarnya telor itu telor rajawali yang jatuh menggelinding dari bukit dan dierami sama si ayam. Walaupun dierami sama si ayam tentu ia tetap menetas sebagai rajawali. Tapi sirajawali ini hidup bersama-sama ayam. Ia punya kakak ayam, cici ayam, punya koko ayam, hidup bersama-sama ayam, makan bersama ayam, punya mama ayam, punya tetangga ayam.

Si rajawali ini tidak merasa bahwa dirinya rajawali. Ia merasa dirinya ayam, karena berbicara bahasa ayam, makan bersama ayam. Tapi ia merasakan hidupnya aneh, kenapa kaki saya, kukunya melengkung tidak seperti ayam yang menapak, ia berlaripun susah sering terpeleset. Lalu ia mulai frustrasi dengan dirinya sendiri kenapa saya begini, ia mulai bertanya pada ibunya ”Mama, mama, saya ini ayam atau bukan? Kok saya kakinya beda.”

Ibunya berkata ”Nak. Aku yang melahirkan kamu, aku yang mengerami kamu, jadi kamu ayam juga. bersyukurlah dengan dirimu, nak. Kamu itu ayam. Maka si rajawali ini melanjutkan hidupnya, dia juga makan dengan susah karena paruhnya bengkok tidak seperti ayam yang lain yang paruhnya runcing. Jalan susah, makan susah, dia frustrasi dengan dirinya, dia bertanya pada ibunya lagi ”Mama saya ini ayam atau bukan sih ma? Kenapa saya ini tidak seperti yang lain.

Ibunya berkata,”Nak kamu memang beda dengan yang lain, tapi aku mencintai kamu apa adanya. Mama mau bilang ya nak, kamu adalah ayam.”

Sirajawali yang hidup bersama ayam ini melanjutkan hidupnya dan ketika dia berlari sayapnya lebih panjang dari yang lain, nabrak-nabrak pagar, ketika yang lain masuk celah yang sempit dengan mudah, dia cukup kesulitan.

Singkat cerita, ibunya sudah tua, hampir mati, maka si rajawali mendatangi si induk ayam ini. Bertanya lagi,”Ma, mumpung mama masih hidup, mama sudah sakit keras, saya mau nanya, Ma. Katakan sebenarnya jangan ada rahasia di antara kita, saya ini ayam atau bukan sih, Ma?”

Mamanya ambil nafas dalam-dalam, mengumpulkan sisa-sisa kekuatannya lalu dia berkata,”Nak, Mama jadi ingat, dulu mama menemukan telur, lalu mama erami kamu, jadi kamu ini adalah a..a..a..a petok!” lalu matilah si induk ayam.

Wah, ibunya belum selesai bicara sudah mati. Si anak ini bingung, nemu telor, lalu dierami, kamu ini a..a..a. apa ya? Ayamlah masa anjing..yah sudahlah memang saya ayam.

Maka si rajawali ini hidup sebagai ayam, menilai dirinya ayam, hidup susah bersama ayam. Lalu singkat cerita rajawali itu mati, di kuburannya dipasang ada nisan “Telah mati seekor ayam”.

Betapa banyak orang sebenarnya punya kemampuan lebih, tapi hidup susah, cari makan susah, frustrasi dengan dirinya sendiri karena tidak mengenal jati dirinya sendiri. Dia tidak mengenal hidupnya sendiri, jati dirinya, kemampuan dirinya. Kenapa? karena lingkungan. Rajawali yang hidup bersama ayam, dia menjadi hidup seperti ayam. Orang belajar jati diri sering kadang-kadang mengadopsi dari orang lain. Orang menyerap self image atau gambar diri dari orangtua, dari teman, karena itu orang sering mengatakan bahwa pergaulan yang buruk merusak kebiasaan baik.

Orang lain mengatakan, bila ingin tahu siapa dia? Lihat empat orang terdekatnya, maka itulah dia. Orang bergaul dengan maling jadi maling, orang bergaul dengan pemalas, jadi pemalas. Orang bergaul dengan orang optimis jadi optomis, orang bergaul dengan yang rajin jadi rajin. Karena dalam hal membangun gambar diri sesorang memang tidak bisa dihindari orang menyerap gambar-gambar diri yang ada dilingkungannya. Bapaknya memukul ibunya, maka si anak akan memukul adiknya, dia akan memukul istrinya nanti kalau dia nanti menikah. Lingkungannya kasar dia akan menyerap nilai-nilai kasar, dan gambar diri kasar. Karena itu penting sekali kita membangun keluarga dengan nilai-nilai, value-value yang baik, karena itu akan menjadi nilai-nilai dan value-value pada anak kita.

Kita punya keyakinan yang bagus, optimis, hidup benar, maka anak-anak kita juga akan seperti itu. Oleh sebab itu, sudah saatnya kita membangun sebuah generasi baru dengan nilai-nilai yang baik. Inilah saatnya kita juga menentukan dan mengawasi lingkungan anak-anak kita, sampai dia besar dan dewasa dan bisa mengambil keputusan untuk menentukan lingkungannya sendiri. Tapi tetap orang tua boleh mengarahkan anak-anaknya untuk mengambil lingkungan yang positif. Karena lingkungan akan mempengaruhi seseorang menentukan, menilai dan membangun gambar dirinya.
Diposkan oleh Jarot Wijanarko di 18:29 0 komentar
Kirimkan Ini lewat Email
BlogThis!
Berbagi ke Twitter
Berbagi ke Facebook
Berbagi ke Google Buzz

Label: inspirasi hari ini
BERANI BICARA

Untuk sukses seseorang harus diketahui bahwa dia pandai, baik, dan punya integritas. Untuk sukses orang harus pandai berkomunikasi, bagaimana orang tahu dia pandai kalau tidak berkomunikasi. Namun ternyata cukup menarik bahwa hasil survei majalah rider digest bahwa berpidato adalah ketakutan nomor satu di Amerika. Namun demikian sebenarnya berpidato adalah cara yang sangat hebat untuk membangun citra diri. Karena itu bagaimana kita bisa memiliki citra diri yang hebat, kalau ternyata anda juga termasuk orang yang punya ketakutan untuk berbicara di depan umum.

Berikut ini adalah tips untuk belajar berbicara di depan umum untuk membangun citra diri yang baik, citra diri yang positif, yang akan menghantar saudara dalam jalan menuju sukses .Tips ini diberikan oleh seorang pakar komunikasi, phisikologi yang bernama Zig Ziglar.

Yang pertama mulailah dengan melihat diri anda sendiri di dalam cermin. Lihat mata anda di dalam cermin, anda juga harus menyisihkan waktu beberapa menit setiap hari untuk tujuan khusus sengaja melihat langsung ke mata anda di dalam cermin. Sementara anda melakukan ini, ulangi pengukuhan hal-hal yang positif yang ada dalam diri anda, misalnya saudara berkata: “Saya orang sukses. Saya lahir dengan tujuan menjadi sukses. Saya pasti bisa,k alau orang lain bisa, saya juga bisa. Saya adalah orang yang punya komitmen,” dan sebagainya.

Apabila engkau sudah terbiasa melihat diri anda sendiri dengan melihat mata saudara dalam cermin, maka tahap kedua, lakukanlah kontak mata melihat orang lain. Kalau engkau takut berbicara melihat mata atasanmu, mata orang-orang yang melihat engkau berbicara di podium maka mulailah melakukan kontak mata dengan anak-anak kecil. Engkau bisa mengumpulkan anak-anak kecil, tetangga, keponakan, tentu engkau berani bukan melihat mata mereka. Engkau bisa menyiapkan cerita sederhana, cerita lucu, atau memberikan hadiah kecil seperti pinsil atau penggaris yang murah saja tapi itu membuat engkau berkesempatan berbicara dengan mereka dan melihat matanya. Menyatakan sesuatu, memberi sesuatu dan melihat matanya. Nanti engkau akan melihat reaksi yang jauh berbeda dengan cara ini. Membuat engkau punya keberanian untuk melakukan kontak mata.

Tapi yang ketiga adalah konsentrasi untuk melihat kelompok sesama anda dan rekan-rekan anda dan teman anda yang selevel. Atau mulai bisa juga dengan rekan-rekan kerja yang kedudukannya lebih rendah. Pandanglah mereka pada mata anda, setiap kali berbicara, berkomunikasi dengan mereka. Apabila engkau masih grogi melakukannya, engkau bisa melakukan sedikit revisi bukan melihat mata mereka tapi melihat dahi mereka. Tapi paling tidak semua hadirin akan melihat bahwa saudara memandang mereka. Tapi engkau tidak melihat mata, tapi mungkin hal itu masih menjadi trauma atau ketakutan. Janganlah engkau menyampaikan pidato atau sambutan sambil melihat keatas, melihat kertas, melihat meja atau hal yang lainnya. Engkau kelihatan sebagai orang yang bukan percaya diri, bukan seorang pemimpin.

Cobalah ketiga hal di atas, lama-kelamaan engkau akan berani melihat mata mereka dan engkau akan menjadi seorang orator, seorang yang bisa memimpin, bisa presentasi bisa menyampaikan sesuatu. Hal-hal seperti itu sangat penting dalam jalur karir sukses.

JUMAT, 16 JULI 2010

KUMBANG BADAK

Keberhasilan dipengaruhi cukup tinggi oleh intrapersonal inteligence. Intrapersonal inteligence memiliki dua bagian: Pertama, self control, yaitu bagaimana orang mengelola emosinya. Kedua, self image atau gambar diri, yaitu bagaimana orang menilai dirinya. Orang yang memiliki gambar diri yang baik adalah orang yang berfikir bahwa saya bisa. Untuk menanam pada anak supaya dia bisa maka kita perlu melatihnya. Tetapi berfikir bahwa saya bisa itu penting. Banyak orang berfikir tidak bisa bukan karena tidak bisa, tetapi karena dia berfikir tidak bisa.

Kumbang badak adalah serangga dengan badan yang besar, dengan cangkang sayap yang tebal, dan sayap halusnya sangat kecil dan pendek. Kalau dianalisa secara ilmu aerodinamika, mungkin sulit dimengerti bahwa kumbang badak dengan bentuk tubuh yang seperti itu bisa terbang. Tetapi untung kumbang badak tidak pernah belajar ilmu aerodinamika. Kalau dia belajar aerodinamika dia akan berfikir bahwa dia tidak bisa terbang dan dia tidak akan pernah bisa terbang. Kumbang badak tidak pernah belajar ilmu aerodinamika. Dia melihat bapaknya terbang, melihat ibunya terbang, lalu dia mencoba terbang, dan dia bisa terbang. Dia melihat bapaknya yang gemuk, badannya besar, menggerakkan sayapnya yang kecil dan dia bisa terbang, maka dia pun hanya mengikuti menggerakkan sayapnya dan dia pun terbang.

Jadi berpikir bahwa bisa itu penting. Saya berikan satu contoh yang lain. Lomba lari 1 mil adalah perlombaan yang banyak menjadi perhatian orang. Dulu, selama bertahun-tahun orang tidak bisa berlari sejauh 1 mil dalam waktu kurang dari 4 menit. Karena itu, banyak ahli-ahli olahraga, ahli-ahli ergonomi yang mengatakan bahwa memang dengan kaki manusia yang panjangnya dengan segala perhitungannya yang rumit maka tidak bisa lari kurang dari 4 menit. Dan ahli-ahli ini termasuk menjadi penasehat para olahragawan.

Tetapi pada tahun 1954 ada seorang mahasiswa bernama George Banister yang tidak memperdulikan pendapat dan teori para ahli. Dia berlari dalam jarak 1 mil kurang dari 4 menit. Hari ini sudah lebih dari 336 orang lain yang memecahkan rekornya George Banister. Orang mulai bisa berlari 1 mil kurang dari 4 menit, ketika mereka berfikir bisa. Ketika berfikir bisa maka orang menjadi bisa. Banyak orang tidak bisa melakukan apa-apa karena orang membatasi pikiran mereka. Saat pikiran yang membatasi itu dicabut dari pikiran mereka, maka mereka bisa melakukannya.

Saya mengenal orang yang sebenarnya pandai tapi hidupnya tidaklah sukses. Saat saya berbincang-bincang dengan mereka, saya tahu apa yang membatasi mereka. Saya mendapati bahwa mereka memakai kepandaiannya justru untuk membuktikan kenapa mereka tidak bisa melakukan ini dan itu. Jadi kepandaiannya dipakai bukan untuk memajukan diri, melakukan terobosan-terobosan, atau mencari kemungkinan-kemungkinan baru, tetapi malah kepandaiannya dipakai untuk membuktikan dan menjelaskan dengan dalil dan teori mengapa mereka gagal.

Jadi cukup penting untuk merestorasi dan memperbaharui pikiran kita, bahwa kita sebenarnya diciptakan Tuhan dengan kemampuan yang luar biasa. Kalau kita berfikir bisa maka menjadi bisa. Kalau gagal katakan saja belum berhasil, lalu coba lagi, coba lagi, maka akhirnya menjadi bisa. Para juara adalah orang-orang yang berfikir seperti itu, mereka terus berlatih dan berlatih. Mereka gagal tidak hanya sekali, bisa puluhan kali bahkan ratusan kali, tetapi mereka terus mencoba sampai akhirnya bisa.

Berfikir bisa adalah bagian dari intrapersonal inteligence. Latih dirimu bahwa kamu bisa. Latih juga anakmu untuk berpikir bahwa dia bisa. Latihlah dengan cara memberikan target-target yang bisa dicapai. Target-target kecil yang bisa menghasilkan kemenanga-kemenangan kecil yang bisa membangun keyakinannya bahwa ia bisa melakukan sesuatu.
Diposkan oleh Jarot Wijanarko di 18:15 0 komentar
Kirimkan Ini lewat Email
BlogThis!
Berbagi ke Twitter
Berbagi ke Facebook
Berbagi ke Google Buzz

Label: inspirasi hari ini
RABU, 14 JULI 2010

MENILAI DIRI : VICTOR SERIBRIAKOFF
Intrapersonal inteligence adalah bagian dari emosional inteligence. Bagian dari Intrapersonal inteligence adalah self image atau gambar diri. Penting sekali seorang anak punya gambar diri yang baik, karena gambar diri mempengaruhi batas tertinggi yang bisa diraihnya. Gambar diri mempengaruhi bagaimana seseorang membawakan dirinya. Gambar diri mempengaruhi bagaimana sesorang berhubungan dengan orang lain.

Ada kisah nyata seorang yang bernama Victor Seribriakoff. Pada saat ia berumur limabelas tahun gurunya mengatakan kepadanya, bahwa ia tidak akan menyelesaikan sekolahnya, sebaiknya ia berhenti dan mempelajari sebuah keterampilan. Victor menerima nasehat itu dan selama tujuhbelas tahun berikutnya dia menjadii pengembara yang kerjanya serabutan. Waktu kecil ayahnya sering berkata kepada Victor bahwa dia adalah anak bodoh, dia marah pertama kali dibilang bodoh, tetapi ketika ibunya juga mengatakan bahwa ia anak bodoh, dia mulai berfikir, “Ayah bilang aku bodoh, Ibu bilang bodoh, mungkin aku memang bodoh.”

Ketika Victor masuk sekolah, gurunya juga mengatakan dia anak bodoh. Sudah banyak orang mengatakan dia bodoh, maka dia mulai berfikir bahwa dia bodoh. Dan ketika teman-temannya mengatakan dia bodoh, dia tidak marah. Kenapa dia tidak marah lagi? Karena ia sudah menilai dirinya sama seperti orang lain menilai dia. Karena memang gambar diri dipengaruhi oleh penilaian, perkataan, penghakiman, pernyataan orang lain. Maka sejak Victor menilai dirinya bodoh, maka ia berlaku seperti orang bodoh.
Singkat cerita, ketika Victor berumur tigapuluh tahun, dia melamar pekerjaan di sebuah perusahaan internasional, untuk menjadi office boy. Victor harus menjalani psichotest. Tes pertama untuk mengetahui berapa IQ-nya. Tes kedua untuk mengetahui temperamen dasarnya, agar tahu dia lebih tepat ditempatkan dimana. Hasilnya cukup mengejutkan. Ternyata Victor memiliki IQ 161.

Pertanyaannya, mengapa orang ber-IQ tinggi prestasi akademik jelek? Jawabnya, karena memang untuk punya nilai akademis bagus tidak perlu IQ terlalu tinggi, cukup 110-120. Di atas 120 sering anak justru menjadi hiperaktif, 130 lebih merasa dirinya pandai, karena dia pandai, dia menganggap sudah bisa sehingga tidak lagi mendengarkan bila gurunya mengajar, ngobrol dengan yang lain atau sibuk dengan ide-ide di kepalanya. Akibatnya, ia dicap anak nakal, anak bodoh. Banyak anak dengan IQ diatas 130 justru bermasalah di rumah maupun di skeolah.

Makin tinggi IQ anak, justru bisa bermasalah karena IQ tinggi membuat seorang anak punya banyak ide di kepalanya. Karena idenya banyak, maka konsentrasinya jadi pendek. Dan hal ini juga yang terjadi pada Victor. Tetapi ketika ia mengetahui bahwa IQ-nya tinggi, ia tidak bodoh, tetapi justru jenius, maka ia mulai menilai dirinya, bahwa ia adalah orang yang pandai. Ketika Victor menilai dirinya pandai, ia mulai bertindak sebagaimana orang pandai. Dia tidak lagi menilai dirinya seperti orang tua, guru, dan teman-temannya yang menilai dirinya bodoh.

Meskipun Victor bekerja sebagai office boy, karena tidak ada pilihan lain, sebab ia tidak punya gelar, tetapi sambil bekerja dia mengambil sebuah sekolah semacam Kejar Paket C bila di Indonesia. Setelah itu ia mengambil kuliah malam. Dia tetap melanjutkan pekerjaannya sampai dia meraih gelar sarjana, bahkan sampai selesai S-2. Nama Victor Seribriakoff tertulis dalam daftar nama ketua International Mensa Society, sebuah lembaga orang-orang pandai di Amerika. Untuk masuk dalam klub itu syarat yang pertama adalah IQ minimal 140.

Hidup Victor berubah ketika dia penilaian atas dirinya berubah. Ketika Victor nenilai dirinya bodoh seperti kata orang, maka dia mulai bertingkah laku seperti orang bodoh, tetapi ketika Victor menilai dirinya pandai, dia mulai bertingkah laku seperti orang pandai. Hidupnya menjadi efektif dan produktif, karena dia melihat dirinya dengan sudut pandang yang berbeda. Karena itu pandanglah dirimu dengan apa yang baik yang ada padamu.

Bagi para orang tua, ajarlah anak-anak memandang dirinya dari hal yang positif. Caranya pandanglah anak-anak dengan cara yang positif. Kalau kita melihat anak-anak kita dari sisi negatifnya saja, anakpun menilai dirinya negatif. Seorang anak mungkin pelupa, bisa pegang uang, boros, selalu berbagi dengan temannya, nilai matematikanya jelek, tidak disipilin, dan itu terus yang engkau lihat dari anakmu. Tetapi lihat dari sisi lain, anak seperti itu biasanya sanguin, dan dia juga punya kelebihan. Dia jujur, periang, suka berbicara, dan banyak teman.

Jadi perhatikan kalau engkau bisa menilai ada yang positif dari anakmu, katakan yang baiknya tentang anakmu, maka dia akan menilai dirinya baik. Tetapi bila engkau suka mengatakan yang negatif tentang anakmu, maka dia akan menilai dirinya negatif. Setiap anak, setiap manusia punya kelebihan dan punya kekuranga. Nilai dan ucapkan kelebihan dan kebaikannya, agar mereka bertindak baik sesuai dengan kelebihannya.

SELASA, 13 JULI 2010

INTRA PERSONAL

Intra Personal Inteligence begitu penting dalam diri seseorang dan bagian dari intra personal intelegence adalah self image atau gambar diri, yaitu bagaimana seseorang memandang dan menilai dirinya sendiri.

Kita akan belajar lebih jauh bagaimana orang bisa menemukan jati dirinya. Seringkali keadaan, masalah, situasi genting justru membuat orang menyadari siapa dirinya. Seperti dalam ilustrasi berikut ini. Suatu hari, seekor ayam menemukan sebutir telur rajawali, lalu ia mengerami telurnya dan menetaslah rajawali ini bersama telur yang lainnya dan menjadi ayam bersama para ayam.

Singkat cerita, ketika induk ayam mati, maka rawajali yang hidup bersama ayam menilai dirinya sebagai seekor ayam, berjalan bersama-sama para ayam yang lain. Mereka berjalan mendaki bukit. Si rajawali yang merasa dirinya ayam ini ikut berjalan juga. Sesampai di puncak bukit mereka bercanda satu dengan yang lain. Si rajawali yang hidup bersam ayam ini, sering menjadi bahan cemoohan, penampilannya yang berbeda dengan ayam-ayam pada umumnya. Karena badannya yang besar, si rajawali diolok-olok oleh ayam-ayam yang lain,”Eh, bongsor, eh gendut, ayam aneh, ayam lucu, sayap lebar, sayap lucu”

Mulanya mereka hanya bercanda biasa, tapi lama-kelamaan candaan mereka melampaui batas, mereka saling mengejek, bahkan saling mendorong. Ketika si rajawali diledek dan didorong oleh ayam-ayam yang lain, ia jatuh dari atas bukit. Ketika ia jatuh dan melayang ke jurang, si rajawali mulai berusaha untuk bertahan agar tidak mati. Rajawali itu mencoba mengepak-ngepakan sayapnya. Dan ternyata hal yang luar biasa terjadi. Sayap yang selama ini dianggap aneh dan membuatnya minder, justru menjadi penyelamat hidupnya. Ketika dia mengepak-ngepakkan sayapnya, maka ia menemukan dirinya tidak jatuh. Ia malah bisa terbang. Kemudian ia rentangkan sayapnya lebar-lebar, ia terbang melayang dan ia sangat menikmatinya.

Sang rajawali baru menyadari dirinya yang sesungguhnya. “Saya tahu sekarang, saya bukan ayam aneh, saya bukan ayam lucu, saya tidak patut ditertawakan, saya ayam luar biasa, saya ayam yang bisa terbang.”

Dan ketika ia terbang, ia berjumpa dengan rajawali yang lain. Ia menemukan komunitas yang sama. Ia mulai belajar bahasa rajawali, hidup bersama rajawali, terbang bersama rajawali, dan jati dirinya sebagai rajawali dibangun di dalam komunalnya, lalu ia hidup sukses sebagai seekor rajawali.

Setiap orang mempunyai kemampuan berbeda-beda atau mempunyai kemampuan yang unik. Sering orang menjadi aneh, karena tinggal di lingkungan yang salah. Karena itu sekali lagi lingkungan itu penting. Kalau mau sukses engkau perlu bergabung dengan komunal orang-orang sukses, berbicara tentang kesuksesan, engkau akan dipacu untuk sukses. Anda akan menjumpai bahwa banyak orang sukses ternyata tidak jauh berbeda dengan Anda. Pendidikannya tidak jauh beda, pandainya tidak jauh beda, keahliannya tidak jauh beda, ternyata mereka sukses. Karena mereka sudah mencoba lebih dulu, karena ia sudah memulai lebih dulu. Sementara selama ini Anda tinggal bersama para pemalas, menghabiskan waktu hanya dengan menonton film, membaca buku yang tidak jelas, menyukai pornografi, nongkrong dan minum minuman keras, dan Anda mungkin sudah bertahun-tahun hidup seperti itu. Dan mungkin dengan kepandaianmu yang lebih menjadi tertawaan di komunal yang tidak tepat itu.

Ketika Anda bergabung dengan komunal yang benar, komunal yang produktif, teman-teman yang aktif, yang giat, maka Anda akan mulai hidup dengan benar, dengan cara yang benar, maka Anda juga akan sukses.

Tetapi sering bukan, orang tidak menemukan siapa dirinya, dan tidak menemukan komunal yang tepat. Karena itu kadang Tuhan mengizinkan masalah terjadi dalam hidup Anda. Ketika ada masalah, ketika orang dikeluarkan, diusir dari lingkungannya, terjadi “kegagalan”, terjadi kebangkrutan sehingga ia harus pindah pekerjaan ke tempat yang lain. Atau mungkin Anda di-PHK, tetapi dengan jalan itu Anda akan pindah ke perusahaan yang lain, yang komunalnya lebih baik. Kadangkala, ada baiknya bila engkau ditolak dari lingkunganmu, engkau diusir dari teman-temanmu, engkau tidak disukai oleh teman-teman sekampungmu, se-RT-mu, karena engkau tidak bisa mabuk dengan mereka, karena engkau tidak bisa malas dengan mereka, enggak tidak mau nongkrong dengan mereka, dan ketika engkau diusir dari sana, engkau mencari lingkungan yang baru dan di lingkungan yang baru itu engkau bertemu dengan orang-orang yang sama denganmu.

Seringkali ha-hal yang menyakitkan, seperti penolakan, pengusiran dari lingkungan, tidak diterima, di-PHK, membuat seseorang menemukan lingkungan yang jauh lebih baik. Sering juga ketakutan yang luar biasa, masalah yang luar biasa, justru membuat kita ingin bertahan hidup. Muncul drive, muncul niat, saya tidak mau mati, saya harus hidup, seperti rajawali yang dijatuhkan dari bukit, ia mengalami ketakutan yang luar biasa, tapi dia tidak mau mati. Ketika seseorang berkata “harus”, maka ia mau melakukan apa saja, yang penting tidak mati. Ketika seseorang pada tahap mau melakukan apa saja, maka ia mau mencoba dan ketika ia mencoba maka ia menemukan jati dirinya. “O, ternyata saya bisa dalam satu hal, ternyata saya bisa dalam satu bidang…”

Jadi orang sering harus terdesak dalam hidup ini, karena saat engkau terdesak engkau bersyukur. Karena engkau terdesak, engkau sampai pada tahap engkau mau melakukan apa saja dan engkau mulai mencoba. Ketika engkau mulai mencoba, engkau mulai menemukan apa yang engkau bisa. Ketika engkau menemukan apa yang kau bisa, engkau akan bersukacita, engkau mulai menemukan serpihan-serpihan dari gambar dirimu, bahwa engkau bisa! Maka engkau mulai melatih bidang yang kau bisa, engkau mulai mengembangkan talentamu, menjadi expert, menjadi ahli dalam bidang itu, maka sukses akan engkau raih dengan segera.

Oleh sebab itu, apapun yang terjadi dalam hidupmu, jangan berhenti mencoba, agar kita mengenal apa bidang yang kita bisa. Dengan begitu kita sedang membangun gambar diri kita. Mengerti apa yang kita bisa, itu membuat kita melangkah dalam kesuksesan selanjutnya.
Diposkan oleh Jarot Wijanarko di 05:40 0 komentar
Kirimkan Ini lewat Email
BlogThis!
Berbagi ke Twitter
Berbagi ke Facebook
Berbagi ke Google Buzz

Label: inspirasi hari ini
TANGGUNG JAWAB
Untuk sukses seseorang perlu memiliki sikap bertanggung jawab terhadap hidupnya sendiri. Tidak minta dikasihani, bagaimanapun keadaan dirinya. Saya akan perjelas prinsip ini dengan kisah nyata dari Borg Will Dale seorang yang memiliki kelemahan fisik, yaitu cacat pada matanya.

Dalam bukunya yang berjudul I want too see. Borg berkata, “Saya hanya punya satu mata, itupun hampir tertutup seluruhnya oleh selaput, sehingga saya hanya bisa melihat melalui celah kecil mata saya sebelah kiri. Saya hanya bisa membaca buku kalau buku itu saya pegang dekat-dekat dengan muka dan dengan sekuat tenaga saya pusatkan penglihatan saya melalui celah kecil di mata saya sebelah kiri. “

Walaupun demikian Borg tidak minta dikasihani, ia tidak mau diistimewakan, ia ingin seperti orang lain. Sebagai anak kecil ia ingin ikut main jingkrak-jingkrat dengan gadis kecil lainnya, akan tetapi ia tidak bisa melihat garis di tanah oleh karena itu setelah anak-anak yang lain berhenti bermain dan pulang, bork merangkak di tanah sambil mendekatkan matanya ketanah untuk melihat garis-garis batas permainan tersebut dan menghafalkannya. Setiap garis dan tanda diamati betul-betul sedikit demi sedikit, akhirnya dia hafal dan dapat ikut bermain dengan baik. Di rumah ia senang membaca tapi buku yang akan dia baca harus didekatkan ke matanya sampai bulu matanya menyentuh setiap halaman buku.

Kegigihannya membuat ia berhasil meraih dua gelar kesarjanaan: BE atau Sarjana Muda, dari Universitas Minnesota dan Master of Art dari Universitas Colombia. Ia mengajar di sebuah dusun kecil Twinnfelli, Minnesota. Dan pada akhirnya Ia naik menjadi guru besar jurnalistik dan sastra di Augustanna College di Souk Folk South Dakota, di sana ia mengajar selama tiga belas tahun memberi ceramah pada perkumpulan wanita dan memberikan pidato radio mengulas tentang buku dan penulis.

“Dalam benak saya, Saya selalu dibayangi oleh rasa takut yang mengerikan. Takut kalau-kalau saya menjadi buta sama sekali.” kata Borg, “Untuk mengatasi masalah ini saya berusaha bersikap tenang, berusaha selalu hidup riang dan gembira.

Pada tahun 1943 ketika ia berusia 50 tahun, terjadi mujizat. Operasi mata yang dijalaninya di Mayo Clinic berhasil dengan baik. Ia dapat melihat empat puluh kali lebih baik dari sebelumnya. Dunia baru yang indah dan menarik terpampang di depan matanya, bahkan saat mencuci piring pun membuat ia sangat gembira dan kagum. Ia bercerita, “Saya lantas bermain dengan buih-buih sabun yang ada dalam bak cuci. Saya memasukkan tangan saya ke dalamnya, mengambil bola kecil buih sabun tersebut. Bola-bola kecil itu saya angkat melawan cahaya dan terlihat pemandangan indah menawan hati. Karena setiap bola itu bagaikan pelangi kecil dengan warna beraneka ragam dan cemerlang berkilauan.”

Perjuangan yang gigih seorang yang tadinya hanya bisa samar-samar melihat, tetapi ia punya prinsip hidup luar biasa. Ia tidak mau diistimewakan, ia tidak mau mendapat belas kasihan dalam arti dikasihani, tetapi ia mengambil sikap untuk berdikari, ia mengambil sikap untuk bertanggung-jawab dalam hidupnya. Itulah yang membuat seorang Borg Will Dale berhasil dalam hidupnya.

Kata-kata penutup dalam bukunya adalah: “Ya Tuhan Bapa kami yang ada di Surga, saya mengucap syukur di hadirat-Mu, saya sangat berterima kasih atas anugerah-Mu ini.”
Seorang yang bersyukur, optimis, sikap positif, padahal memiliki kelemahan cacat fisik. Betapa banyak orang tidak punya cacat fisik tapi memiliki cacat hati, tidak pernah bisa bersyukur dengan apa yang ia miliki. Oleh sebab itu, kembangkanlah sikap positif, bersyuk

SABTU, 26 JUNI 2010

CACAT FISIK BUKAN HALANGAN
Orang yang sukses harus memiliki citra diri yang baik. Orang yang sukses beraneka ragam, kecuali orang tersebut minder dengan penampilannya, maka kesuksesan tidak tergantung pada kondisi fisiknya, tetapi pada mindernya. Ada orang tinggi yang sukses, ada orang pendek yang sukses, ada orang kulit putih yang sukses, ada orang kulit hitam yang sukses, ada orang yang bentuk hidung, mata, warna, rambut, suara berbeda dan sukses. Mereka tidak tergantung pada kondisi fisik mereka, namun betapa banyak orang minder dengan hal-hal seperti itu.

Seorang gadis berumur 12 tahun dari Sasebo, Prefektur Nagasaki, Jepang Barat, pada tanggal 18 April 1997 ditemukan polisi tidak sadar di tempat parkir rumah apartemen setelah dia melompat dari apartemen di gedung tingkat lima. Akibatnya tengkoraknya retak dan dia mengalami koma serta harus dirawat secara intensif. Gadis ini meninggalkan catatan bahwa ia melompat seba diejek teman-teman sekelasnya karena aksennya jelek (Kompas, Selasa 22 April 1997). Betapa orang yang mempunyai citra diri buruk, minder bisa membuat sikap orang menjadi nekat.

Hidup atau jiwa seseorang dibentuk oleh banyak hal tidak hanya keadaan fisiknya saja. Seseorang bisa saja kurang dalam segi fisik, tetapi berkembang dalam hal lain. Banyak orang yang berhasil dalam hidupnya walaupun fisiknya kurang. Karena itu, jangan memperhatikan kelemahan fisik kita saja. Jalani hidup ini dan raihlah sukses, walaupun kondisi fisik kita memiliki kekurangan.

Katherine Bevis menceritakan bahwa di antara para muridnya ada seorang mahasiswa yang pergi kemana-mana dengan menggunakan alat penyangga kaki. Pemuda ini memiliki optimisme yang tinggi dan talenta bergaul yang luar biasa dan dihormati serta disenangi teman-temannya.

Suatu hari seorang temannya bertanya kepadanya apa yang menyebabkan kakinya cacat. “Infantile Paralysis (Penyakit lumpuh yang menyerang anak-anak),” ujarnya singkat tanpa mencoba membesar-besarkan kesukaran yang dialaminya.
“Dengan kemalangan seperti ini bagaimana Engkau bisa menghadapi dunia dengan berani?” tanya temannya yang lain.

“Oh,” jawab pemuda itu dengan tersenyum. “Penyakit itu tidak pernah menyentuh jantung hatiku, saya masih hidup dan saya jalani hidup ini.”
Ada orang yang jauh lebih cacat bukan hanya tanpa kaki, tetapi masih lebih baik daripada si gadis yang lengkap badannya, tetapi hanya diejek oleh teman-temannya karena aksen bicaranya jelek, ia bunuh diri. Apa yang membedakan orang yang sukses dan orang yang gagal? Rasa minder.

Orang minder tidak akan berhasil, karena itu kembangkan hal-hal positif di hatimu. Manusia fisik hanyalah bungkusnya saja, tapi yang terutama adalah yang di dalamnya. Apapun bentuk fisikmu kalau engkau tidak minder, engkau giat, ulet, gigih, rajin, maka pasti engkau bisa sukses, karena sukses adalah hak setiap orang.
Diposkan oleh Jarot Wijanarko di 17:08 0 komentar
Kirimkan Ini lewat Email
BlogThis!
Berbagi ke Twitter
Berbagi ke Facebook
Berbagi ke Google Buzz

Label: inspirasi hari ini
SELASA, 22 JUNI 2010

MEMBERI DAN BAHAGIA
Untuk sukses seseorang harus memiliki citra diri yang baik. Citra diri yang baik tidak turun dari langit, tetapi secara sadar harus dibangun. Bagaimana membangun citra diri baik? Lakukan sesuatu yang berguna bagi orang lain tanpa mengharapkan sesuatu bayaran atau imbalan.

Dr. Carl Jung, seorang psikiater dari Swiss mengatakan: “Kurang lebih sepertiga pasien saya tidak menderita penyakit syaraf secara klinis, tetapi penyakit syaraf yang disebabkan oleh hidup yang hampa dan tiada guna.”

Banyak hal dalam kehidupan sehari-hari yang sebenarnya bisa dilakukan agar hidup menjadi lebih berguna, yaitu dengan berbuat baik terhadap orang lain. Anda bisa mengunjungi orang sakit dirumah sakit, memberikan kue terhadap orang cacat, menjaga bayi ibu muda yang sedang keluar, pokoknya apa saja yang bisa anda lakukan untuk orang lain dan orang tersebut tidak bisa membalas anda, serta anda tidak dibayar dalam melakukannya. Itu akan memberikan anda sebuah nilai hidup dan citra diri yang kuat sekali.

Ada sebuah cerita tentang seorang yang stress berat karena mengalami kegagalan. Perusahaannya bangkrut, terjerumus penggunaan narkoba, keluarganya berantakan, dan akhirnya ia mengambil keputusan untuk bunuh diri. Ia berjalan menuju sebuah jembatan yang berada di atas sebuah sungai berarus deras. Tempat itu sangat tepat untuk bunuh diri. Ketika ia sedang menghadap sungai dan bersiap-siap melompat, tiba-tiba ada seorang pengemis melintas dan melihatnya berdiri dalam kegelapan.

“Tolong, Pak. Beri saya limaratus rupiah untuk membeli makanan,” kata si pengemis.

Orang tersebut tersenyum dalam kegelapan. Baginya limaratus rupiah sungguh jumlah yang tidak berarti, tapi jumlah itu sangat berarti bagi si pengemis yang kelaparan tadi.

Orang yang mau bunuh diri itu berkata,”Saya punya lebih dari itu.” Sambil mengambil dompetnya. “Ini ambillah semuanya yang ada dalam dompet ini, ada duaratus limapuluh ribu,” kata pria yang mau bunuh diri itu sambil memberikan dompetnya pada pengemis itu.

Pengemis itu kebingungan,”Loh, Pak. Mengapa semua?”

“Tidak apa-apa, saya tidak membutuhkan uang itu ditempat yang saya akan tuju,” demikian kata pria itu sambil menunjuk ke bawah ke arah sungai.

Pengemis itu mengambil dompet si pria lalu berdiri memegangnya, tetapi ragu-ragu sejenak. Kemudian pengemis itu berkata,”Tidak pak! Saya memang tidak punya uang, tetapi saya bukan seorang pengecut dan saya juga tidak akan mengambil uang dari seorang pengecut, bawalah uang ini ke dalam sungai.” Pengemis itu mengembalikan dompet si pria. Meskipun pria itu mendesaknya untuk memberikan semua uangnya, tetapi tetap saja pengemis itu tidak mau, malah pengemis itu pergi meninggalkan si pria.
Pria yang ingin bunuh diri itu mengambil nafas dalam-dalam, tetapi tiba-tiba pria itu begitu menginginkan pengemis itu mengambil lagi uang yang hendak dikembalikannya. Ia ingin merasa berguna dengan cara menolong pengemis yang kelapara tadi. Ia ingin memberi tetapi tidak bisa.

Satu pikiran terlintas dalam benaknya. “Saya tidak pernah mencoba hal ini sebelumnya, mengapa saya tidak pernah melakukan ini, memberi dan menjadi bahagia?”
Tiba-tiba si pria yang hendak bunuh diri itu tersenyum ceria. Ia tidak jadi bunuh diri. Ia ingin hidupnya berguna buat orang lain. Memberi dan bahagia. Ia memandang sungai itu untuk yang terakhir kalinya, lalu kembali ke rumahnya dengan konsep hidup yang baru. “Mengapa tidak mencoba memberi dan bahagia?”

Memberi dan bahagia, dengan prinsip ini maka orang akan berada dalam jalur sukses.

Tinggalkan komentar